Tuesday, June 24, 2008

HUMANISME DALAM ISLAM

Oleh: Cecep Suyudi M

Salah satu agenda penting yang menjadi inti dari ajaran islam adalah menyangkut persoalan kemanusiaan. Islam sebagaimana yang tertuang dalam kitabnya, sengat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Persoalan kemanusiaan akhir-akhir ini bukan hanya menarik untuk di tonton, tapi juga sangat menarik untuk dibicarakan. Pembicaraan ini dianggap penting mengingat problem perilaku manusia modern memerlukan pemecahan segera. Kadang-kadang menurut Kuntowijoyo (1991) kita merasa bahwa situasi yang penuh problematik di dunia modern ini justru disebabkan oleh perkembangan pemikiran manusia sendiri. Maka dengan melihat berbagai problem social, politik, ekonomi yang mengarah pada kehancuran martabat manusia, tentunya sudah menjadi kewajiban bagi umat Islam untuk memainkan peran dan pesan keagamaannya secara bersama untuk mencari jalan keluar yang bijak dan tepat.
Maka dalam rangka membumikan peran dan pesan keagamaan, umat islam harus mengurut pada sebuah perilaku solidaritas yang dibangun atas dasar kekerabatan atau persaudaraan yang diinginkan oleh Islam, perlu sebuah perbandingan antara kondisi empiris hubungan antara manusia sebelum Islam dan perkembangan bentuk dan ikatan persaudaraan yang kemudian diinginkan oleh Islam dalam berbagai ajaran normatifnya, Zuhairi Misrawi (2004).
Untuk itu Rafsanjani (2001), secara khusus menggarisbawahi, pada prinsipnya program paling dasar dalam ajaran Islam untuk membangun dunia adalah manusia bertakwa yang bermanfaat bagi masyarakatnya kapanpun dan di manapun. Orang baik dalam masyarakat adalah modal utama bagi kemakmuran hidupannya. Namun, jika yang terjadi sebaliknya, yakni nafsu kebinatangan menguasai manusia, baik yang beragama Islam maupun lainnya, niscaya sulit untuk membangun tatanan berkeadilan dan berkeprikemanusiaan sebagai mana cita-cita al-Quran.
Landasan normatif persaudaraan antarumat manusia ini, biasanya diambil dari ayat al-Quran sendiri. Dari ajaran al-Quran, umat manusia seolah-olah disandarkan pada kenyataan bahwa keragaman dalam suku bangsa adalah sunnah Tuhan yang tidak bisa dipungkiri. Namun di dalam ayat al-Quran juga diterangkan bahwa kenyataan itu bukanlah alasan untuk bermusuh-musuhan, tapi justru untuk saling mengenal dan menjalin persaudaraan. Al-Quran seakan-akan ingin menegaskan bahwa keragaman dan fakta masyarakat yang plural, yang dijumpai manusia bukanlah alasan pembenar untuk saling melenyapkan dan menindas. Justru, dengan keragaman itulah manusia akan banyak memperoleh manfaat yang lebih besar.
Keragaman yang dibangun Tuhan dalam kosmologi kehidupan manusia ini tidak dimaksudkan untuk mensubordinatkan satu sama lain. Perbedaan tidak menunjukan kemuliaan satu di antara yang lainnya. Perbedaan itu juga tidak membedakan pandangan Tuhan atas semuanya. Tuhan melihat semuanya sama dan atas kesamaan itu, Tuhan hanya menginginkan sebuah pengabdian manusia dengan saling menyayangi satu sama lain. Yang membedakan kemudian bukan pada fakta perbedaannya itu sendiri, tetapi upaya manusia dalam membangun kualitas dirinya sendiri. Setiap orang memiliki potensi untuk berilmu dan bertaqwa, tetapi tidak setiap orang dapat melakukannya – kendati Tuhan telah memberikan pentunjuk-Nya kepada manusia.
Upaya untuk membangun manusia yang berkualitas dari sisi ilmu dan ketaqwaan inilah yang kemudian menciptakan derajat diri sehingga mendapat pujian Tuhan. Itulah kenapa Tuhan hanya membedakan manusia dari yang berilmu dan tidak, yang bertaqwa dengan yang tidak, bukan pada konteks perbedaan warna kulit, bahasa, suku bangsa, dan pemahaman keagamaan. Mengapa mesti ilmu? Ilmu adalah entitas penting dalam peradaban manusia untuk mencapai kemajuan zaman. Ilmulah yang dapat menjadikan manusia menjadi berharga sehingga dapat meningkatkan harkat derajatnya. Dalam komunitas sosial, kita akan menyaksikan secara kasat mata, mana komunitas masyarakat yang berilmu dan yang tidak. Setidaknya dari kualitas hidup dan tingkat kebersahajaannya. Ilmu pula yang kemudian dapat membuktikan berbagai rahasiah Tuhan di bumi ini. Karenanya, al-Quran dalam beberapa ayatnya menyebutkan diturunkan bagi orang yang berilmu, dalam ayat lain disebut bagi orang yang berakal, dan yang lainnya.
Mengapa pula manusia mesti betaqwa? Semakin manusia bertaqwa maka semakin dekat dirinya dengan Tuhan. Semakin dekat dirinya dengan Tuhan, berarti semakin mendekatkan sifatnya dengan sifat-sifat Tuhan. Dalam wacana inilah kemudian penting digaris bawahi bahwa keberadaan manusia di bumi ini sengaja diciptakan tuhan dengan berbagai keragaman, dengan maksud untuk semakin memperluas persaudaraan. Tidak mungkin misalnya orang yang bertaqwa sampai berani melakukan hal-hal negatif yang merugikan orang lain. Tidak ada dalam rumusnya bahwa orang bertaqwa dapat dengan membabi buta menghancurkan tempat ibadah orang lain hanya karena perbedaan paham. Mengapa demikian, sebab perbedaan paham merupakan bentuk keragaman lain yang harus dihormati bukan dibenci dan didolimi.
Dalam Islam ada sebuah praktek sederhana tetapi sesungguhnya memberi spirit perdamaian mendalam yang merupakan komitmen membangun solidaritas kemanusiaan yaitu konsep memberi salam. Dalam QS al-Nisa: 86 dijelaskan: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya atau balaslah penghormatan itu dengan yang sama.”

Penulis adalah Ketua Umum PC IMM Ciputat periode 2007-2008

No comments: