Sunday, August 29, 2010

BUDIDAYA BURUNG WALET

BUDIDAYA BURUNG WALET
( Collacalia fuciphaga )

1. SEJARAH SINGKAT
Burung Walet merupakan burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan
suka meluncur. Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran
tubuh sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan
runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung ini tidak
pernah hinggap di pohon.
Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah
yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langitlangit
untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.

2. SENTRA PERIKANAN
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat di Sumatera, Jawa Barat,
Jawa Timur dan Jawa Tengah

3. JENIS
Klasifikasi burung walet adalah sebagai berikut:
Superorder : Apomorphae
Order : Apodiformes
Family : Apodidae
Sub Family : Apodenae
Tribes : Collacaliini
Genera : Collacalia
Species : Collacaliafuciphaga

4. MANFAAT
Hasil dari peternakan walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari air liurnya
(saliva). Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga dapat
bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk menyembuhkan
paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah tenaga.

5. PERSYARATAN LOKASI
Persyaratan lingkungan lokasi kandang adalah:
1) Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000 m dpl.
2) Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi dan
perkembangan masyarakat.
3) Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan daging.
4) Persawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai,
rawa-rawa merupakan daerah yang paling tepat.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
6.1. Penyiapan Sarana dan Peralatan
1) Suhu, Kelembaban dan Penerangan
Gedung untuk kandang walet harus memiliki suhu, kelembaban dan
penerangan yang mirip dengan gua-gua alami. Suhu gua alami berkisar
antara 24-26 derajat C dan kelembaban 80-95 %.
Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan dengan:
a. Melapisi plafon dengan sekam setebal 20 cm
b. Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam gedung.
c. Menggunakan ventilasi dari pipa bentuk “L” yang berjaraknya 5 m satu
lubang, berdiameter 4 cm.
d. Menutup rapat pintu, jendela dan lubang yang tidak terpakai.
e. Pada lubang keluar masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk corong
dari goni atau kain berwarna hitam sehingga keadaan dalam gedung akan
lebih gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet.
2) Bentuk dan Konstruksi Gedung
Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar, luasnya bervariasi
dari 10x15 m2 sampai 10x20 m2. Makin tinggi wuwungan (bubungan) dan
semakin besar jarak antara wuwungan dan plafon, makin baik rumah walet
dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak boleh tertutup oleh pepohonan
tinggi.
Tembok gedung dibuat dari dinding berplester sedangkan bagian luar dari
campuran semen. Bagian dalam tembok sebaiknya dibuat dari campuran
pasir, kapur dan semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat baik untuk
mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk mengurangi bau semen
dapat disirami air setiap hari.
Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang dibuat dari kayukayu
yang kuat, tua dan tahan lama, awet, tidak mudah dimakan rengat.
Atapnya terbuat dari genting.
Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room sebagai tempat berputarputar
dan resting room sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang.
Lubang tempat keluar masuk burung berukuran 20x20 atau 20x35 cm2
dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung pada kebutuhan dan kondisi
gedung. Letaknya lubang jangan menghadap ke timur dan dinding lubang
dicat hitam.
6.2. Pembibitan
Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak sengaja.
Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah dimanfaatkan oleh
para peternak tersebut. Untuk memancing burung agar lebih banyak lagi,
pemilik rumah menyiapkan tape recorder yang berisi rekaman suara burung
Walet. Ada juga yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan
serangga-serangga kecil sebagai bahan makanan burung walet.
1) Pemilihan Bibit dan Calon Induk
Sebagai induk walet dipilih burung sriti yang diusahakan agar mau bersarang
di dalam gedung baru. Cara untuk memancing burung sriti agar masuk
dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan kaset rekaman dari
wuara walet atau sriti. Pemutaran ini dilakukan pada jam 16.00–18.00, yaitu
waktu burung kembali mencari makan.
2) Perawatan Bibit dan Calon Induk
Di dalam usaha budidaya walet, perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan
pada sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari pemilik gedung walet
yang sedang melakukan “panen cara buang telur”. Panen ini dilaksanakan
setelah burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur walet
diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Telur yang dibuang dalam
panen ini dapat dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet
dengan menetaskannya di dalam sarang sriti.
a. Memilih Telur Walet
Telur yang dipanen terdiri dari 3 macam warna, yaitu :
- Merah muda, telur yang baru keluar dari kloaka induk berumur 0–5 hari.
- Putih kemerahan, berumur 6–10 hari.
- Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas berumur 10–15 hari.
Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran 2,014x1,353 cm dengan
berat 1,97 gram. Ciri telur yang baik harus kelihatan segar dan tidak boleh
menginap kecuali dalam mesin tetas. Telur tetas yang baik mempunyai
kantung udara yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser dari tempatnya.
Letak kuning telur harus ada ditengah dan tidak bergerak-gerak, tidak
ditemukan bintik darah. Penentuan kualitas telur di atas dilakukan dengan
peneropongan.
b. Membawa Telur Walet
Telur yang didapat dari tempat yang jaraknya dekat dapat berupa telur
yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan telur dari jarak jauh,
sebaiknya berupa telur yang sudah mendekati menetas.
Telur disusun dalam spon yang berlubang dengan diameter 1 cm. Spon
dimasukkan ke dalam keranjang plastik berlubang kemudian ditutup.
Guncangan kendaraan dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan
telur mati. Telur muda memiliki angka kematian hampir 80% sedangkan
telur tua lebih rendah.
3) Penetasan Telur Walet
a. Cara menetaskan telur walet pada sarang sriti.
Pada saat musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti diganti dengan telur
walet. Pengambilan telur harus dengan sendok plastik atau kertas tisue
untuk menghindari kerusakan dan pencemaran telur yang dapat
menyebabkan burung sriti tidak mau mengeraminya. Penggantian telur
dilakukan pada siang hari saat burung sriti keluar gedung mencari makan.
Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan dierami oleh burung sriti dan
setelah menetas akan diasuh sampai burung walet dapat terbang serta
mencari makan.
b. Menetaskan telur walet pada mesin penetas
Suhu mesin penetas sekitar 400 C dengan kelembaban 70%. Untuk
memperoleh kelembaban tersebut dilakukan dengan menempatkan piring
atau cawan berisi air di bagian bawah rak telur. Diusahakan agar air
didalam cawan tersebut tidak habis.
Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara merata atau mendata dan
jangan tumpang tindih. Dua kali sehari posisi telur-telur dibalik dengan
hati-hati untuk menghindari kerusakan embrio. Di hari ketiga dilakukan
peneropongan telur. Telur-telur yang kosong dan yang embrionya mati
dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat pada bagian tengah telur
terdapat lingkaran darah yang gelap. Sedangkan telur yang embrionya
hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba. Pembalikan telur dilakukan
sampai hari ke-12.
Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka kecuali untuk keperluan
pembalikan atau mengisi cawan pengatur kelembaban. Setelah 13–15
hari telur akan menetas.
6.3. Pemeliharaan
1) Perawatan Ternak
Anak burung walet yang baru menetas tidak berbulu dan sangat lemah. Anak
walet yang belum mampu makan sendir perlu disuapi dengan telur semut
(kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2–3 hari anak walet ini masih
memerlukan pemanasan yang stabil dan intensif sehingga tidak perlu
dikeluarkan dari mesin tetas. Setelah itu, temperatur boleh diturunkan 1–2
derajat/hari dengan cara membuka lubang udara mesin.
Setelah berumur 10 hari saat bulu-bulu sudah tumbuh anak walet
dipindahkan ke dalam kotak khusus. Kotak ini dilengkapi dengan alat
pemanas yang diletakan ditengah atau pojok kotak.
Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah siap terbang dibawa
ke gedung pada malam hari, kemudian dletakan dalam rak untuk pelepasan.
Tinggi rak minimal 2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak waket akan
dapat terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara terbang walet
dewasa.
2) Sumber Pakan
Burung walet merupakan burung liar yang mencari makan sendiri.
Makanannya adalah serangga-serangga kecil yang ada di daerah
pesawahan, tanah terbuka, hutan dan pantai/perairan. Untuk mendapatkan
sarang walet yang memuaskan, pengelola rumah walet harus menyediakan
makanan tambahan terutama untuk musim kemarau. Beberapa cara untuk
mengasilkan serangga adalah:
a. menanam tanaman dengan tumpang sari.
b. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
c. membuat kolam dipekarangan rumah walet.
d. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.
3) Pemeliharaan Kandang
Apabila gedung sudah lama dihuni oleh walet, kotoran yang menumpuk di
lantai harus dibersihkan. Kotoran ini tidak dibuang tetapi dimasukan dalam
karung dan disimpan di gedung.

7. HAMA DAN PENYAKIT
1) Tikus
Hama ini memakan telur, anak burung walet bahkan sarangnya. Tikus
mendatangkan suara gaduh dan kotoran serta air kencingnya dapat
menyebabkan suhu yang tidak nyaman. Cara pencegahan tikus dengan
menutup semua lubang, tidak menimbun barang bekas dan kayu-kayu yang
akan digunakan untuk sarang tikus.
2) Semut
Semut api dan semut gatal memakan anak walet dan mengganggu burung
walet yang sedang bertelur. Cara pemberantasan dengan memberi umpan
agar semut-semut yang ada di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu
semut disiram dengan air panas.
3) Kecoa
Binatang ini memakan sarang burung sehingga tubuhnya cacat, kecil dan
tidak sempurna. Cara pemberantasan dengan menyemprot insektisida,
menjaga kebersihan dan membuang barang yang tidak diperlukan dibuang
agar tidak menjadi tempat persembunyian.
4) Cicak dan Tokek
Binatang ini memakan telur dan sarang walet. Tokek dapat memakan anak
burung walet. Kotorannya dapat mencemari raungan dan suhu yang
ditimbulkan mengganggu ketenangan burung walet. Cara pemberantasan
dengan diusir, ditangkap sedangkan penanggulangan dengan membuat
saluran air di sekitar pagar untuk penghalang, tembok bagian luar dibuat licin
dan dicat dan lubang-lubang yang tidak digunakan ditutup.

8. PANEN
Sarang burung walet dapat diambil atau dipanen apabila keadaannya sudah
memungkinkan untuk dipetik. Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan
ketentuan tertentu agar hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu sarang walet
yang baik. Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal bagi
gedung dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet merasa
tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut, para
pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu pemanenan.
Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet
dengan beberapa cara, yaitu:
1) Panen rampasan
Cara ini dilaksanakan setelah sarang siap dipakai untuk bertelur, tetapi
pasangan walet itu belum sempat bertelur. Cara ini mempunyai keuntungan
yaitu jarak waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan total
produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara ini tidak
baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak ada peremajaan.
Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus menerus membuat sarang
sehingga tidak ada waktu istirahat. Kualitas sarangnya pun merosot menjadi
kecil dan tipis karena produksi air liur tidak mampu mengimbangi pemacuan
waktu untuk membuat sarang dan bertelur.
2) Panen Buang Telur
Cara ini dilaksanankan setelah burung membuat sarang dan bertelur dua
butir. Telur diambil dan dibuang kemudian sarangnya diambil. Pola ini
mempunyai keuntungan yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen hingga
4 kali dan mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna dan tebal.
Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet untuk
menetaskan telurnya.
3) Panen Penetasan
Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet menetas dan
sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang rendah karena sudah
mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya. Sedangkan keuntungannya
adalah burung walet dapat berkembang biak dengan tenang dan aman
sehingga polulasi burung dapat meningkat.
Adapun waktu panen adalah:
1) Panen 4 kali setahun
Panen ini dilakukan apabila walet sudah kerasan dengan rumah yang dihuni
dan telah padat populasinya. Cara yang dipakai yaitu panen pertama
dilakukan dengan pola panen rampasan. Sedangkan untuk panen
selanjutnya dengan pola buang telur.
TTG BUDIDAYA PETERNAKAN
Hal. 8/ 10
Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Gedung II BPP Teknologi Lantai 6, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340
Tel. 021 316 9166~69, Fax. 021 316 1952, http://www.ristek.go.id
2) Panen 3 kali setahun
Frekuensi panen ini sangat baik untuk gedung walet yang sudah berjalan
dan masih memerlukan penambahan populasi. Cara yang dipakai yaitu,
panen tetasan untuk panen pertama dan selanjutnya dengan pola rampasan
dan buang telur.
3) Panen 2 kali setahun
Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan, karena tujuannya untuk
memperbanyak populasi burung walet.

9. PASCAPANEN
Setelah hasil panen walet dikumpulkan dalu dilakukan pembersihan dan
penyortiran dari hasil yang didapat. Hasil panen dibersihkan dari kotorankotoran
yang menempel yang kemudian dilakukan pemisahan antara sarang
walet yang bersih dengan yang kotor.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA
10.1 Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya burung walet di daerah Jawa Barat tahun 1999:
1) Modal tetap
a. Gedung Rp. 13.000.000,-
b. Renovasi gedung Rp. 10.000.000,-
c. Perlengkapan Rp. 500.000,-
Jumlah modal tetap Rp. 23.500.000,-
Biaya penyusutan/bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bln ( 5 th) Rp. 391.667,-
2) Modal Kerja
a. Biaya Pengadaan
- Telur Walet 500 butir @ Rp. 5.000,- Rp. 500.000,-
- Transportasi Rp. 100.000,-
- Makan Rp. 50.000,-
b. Biaya Kerja
- Pelihara kandang/bln@ Rp. 5000,- x 3 bln Rp. 15.000,-
- Panen Rp. 20.000,-
Jumlah biaya 1x produksi:Rp. 650.000,-+Rp. 35.000,- Rp. 685.000,-
3) Jumlah modal yang dibutuhkan pada awal Produksi
a. Modal tetap Rp. 13.500.000,-
b. Modal kerja 1x Produksi Rp. 685.000,-
Jumlah modal Rp. 14.185.000,-
4) Kapasitas produksi untuk 5 tahun 1 kali produksi :
a sarang burung walet menghasilkan 1 kg
b sarang burung sriti menghasilkan 15 kg
c untuk 1 tahun, 4 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 4 kg
- sarang burung sriti 60 kg
d untuk 5 tahun, 20 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 20 kg
- sarang burung sriti 300 kg
5) Biaya produksi
a. Biaya tetap per bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bulan Rp. 391.667,-
b. Biaya tidak tetap Rp. 685.000,-
Total Biaya Produksi per bulan Rp. 1.076.667,-
Jumlah produksiRp.1.076.667:16 kg (walet dan sriti) Rp. 67.292,-
6) Penjualan
a. sarang burung walet 1 kg Rp. 17.000.000,-
b. sarang burung sriti 15 kg Rp. 3.000.000,-
Untuk 1 kali produksi Rp. 20.000.000,-
Untuk 5 tahun
a. sarang burung walet 20 kg Rp. 340.000.000,-
b. sarang burung sriti 300 kg Rp. 60.000.000,-
Jumlah penjualan Rp. 400.000.000,-
7) Break Even Point
a. Pendapatan selama 5 Tahun Rp. 400.000.000,-
b. Biaya produksi selama 5 th Rp. 1.076.667 x 60 bln Rp. 64.600.000,-
c. Keuntungan selama 5 tahun Rp. 335.400.000,-
d. Keuntungan bersih per produksi 335.400.000 : 60 bln Rp. 5.590.000,-
e. BEP 232.919
8) Tingkat Pengembalian Modal 3 bulan (1 x produksi)

10.2.Gambaran Peluang Agribisnis
Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai tinggi.
Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar internasional sangat besar dan
masih kekurangan persediaan. Hal ini disebabkan oleh masih kurang
banyaknya budidaya burung walet. Selain itu juga produksi sarang walet yang
telah ada merupakan produksi dari sarang-sarang alami. Budidaya sarang
burung walet sangat menjanjikan bila dikelola dengan baik dan intensif.

DAFTAR PUSTAKA
1) Chantler, P. & G. Driessens. Swift : A guide to the Swift an Treeswift of the
World. Pica Press, the Banks. East Sussex, 1995.
2) Mackinnon, John. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa
dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994.
3) Nazaruddin & A. Widodo. Sukses Merumahkan Walet. Cet. 2. Jakarta:
Penebar Swadaya, 1998.
4) Tim Penulis PS. Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Cet. 4. Jakarta: Penebar
Swadaya, 1994.

Saung Kulit..



Tersedia Berbagai macam model jaket kulit, sepatu kulit, sandal..dll, bisa di akses di http://www.facebook.com/note.php?created&¬e_id=423600426057#!/album.php?aid=194372&id=744811294

Repblik Yang Tertunda

Oleh: Cecep Suyudi M, S.EI

Empat puluh tahun silam Presiden Soekarno pernah berpesan bahwa maksud dari republik adalah res publica yang artinya adalah “kepentingan umum”. Negara republik bukan sekedar kebalikan dari kerajaan. Sebuah negara yang dikepalai oleh seorang raja dengan kekuasaan turun-temurun. Republik juga tidak hanya sebatas sebuah negara yang kepalanya disebut presiden hasil pilihan rakyatnya. Hal yang terakhir ini hanya sekedar kulitnya. Isinya adalah bahwasanya negara republik adalah sebuah negara yang kebijakan-kebijakannya diarahkan untuk kepentingan umum.
Pesan ini disampaikan di hadapan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956. Res publica harus diterapkan di semua lapangan. Lapangan politik, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Pendek kata, di seluruh lini kebijakan harus mengacu pada prinsip res publica.
Kemerdekaan Indonesia yang sering diibaratkan dengan istilah “jembatan emas” menurutnya mempunyai dua cabang. Cabang pertama akan membawa rakyat Indonesia ke alam kapitalisme nasional dimana kemakmuran bangsa ini hanya dimonopoli oleh sekelompok orang. Sedangkan cabang yang kedua akan menghantarkan seluruh rakyat Indonesia ke dalam kemakmuran hasil karya bersama dan dinikmati bersama-sama pula.
Dalam pidatonya, Soekarno membedakan dua hal. Antara konstituante dan parlemen. Konstituante adalah sebuah badan di mana di dalamnya orang-orang bermusyawarah dengan penuh hikmah kebijaksanaan untuk merumuskan aturan-aturan demi kemaslahatan seluruh rakyat. Sedangkan parlemen adalah sebuah badan dimana orang-orang di dalamnya saling berdebat untuk memenangkan alirannya sendiri, ideologinya sendiri. Parlemen biasanya menjadi satu jalan untuk mendapat kekuasan dalam pemerintahan. Perbedaan antara keduanya sangat jelas. Yang pertama menjadikan kemaslahatan umum sebagai tujuannya. Yang kedua menjadikan kekuasan sebagai puncak orientasinya.
Pembedaan antara kedunya sebagai sebuah terminologi mungkin tidak terlalu penting. Boleh jadi justru ada orang yang membuat definisi sebaliknya dari apa yang didefinisikan oleh Soekarno. Toh, ia sendiri juga kelihatannya tidak konsisten benar menggunakan definisi tersebut. Di satu tempat terkadang ia menggunakan terminologi konstituante padahal yang dikehendaki sebaaliknya. Begitu juga sebaliknya.
Tapi yang terpenting adalah titik tekan dari maksud pendefinisian itu. Sang Founding Father republik ini menekankan satu hal yang sangat urgen bahwa sidang perwakilan rakyat baik itu konstituante atau pun parlemen harus mengedepankan kepentingan rakyat secara umum (res publica). Lebih lanjut ia menegaskan, “the constituation is made for man, and not man for the constituation”. Maksud “for man” di sini diterjamahkan dengan “untuk kepentingan manusia secara umum” (seluruh rakyat).

Pergulatan panjang
Sudahkah negara ini menjadi republik? Pertanyaan ini menjadi signifikan di tengah-tengah situasi bangsa yang antah-berantah. Sebelum pertanyaan di dijawab, ada baiknya kita menelusuri perjalanan panjang bangsa ini dalam mencari hakikat republik. Pergulatan ini sudah berjalan sejak dirumuskannya tanah air ini dengan bentuk republik. Sedetikpun tak pernah berhenti. Republik melekat sangat erat dalam tubuh negara Indonesia bersamaan dengan dua prinsip lainnya. Prinsip “kasatuan” dengan semboyan bhineka tunggal ika. Dan prinsip “Pancasila” sebagai dasar negara.

Selama puluhan tahun tak ada satupun kekuatan signifikan yang dapat menumbangkan prinsip-prinsip yang telah dirumuskan oleh Sang Foundiong Father kita. Hal ini setidaknya memperkuat tesis Soekarno bahwa semuanya ia gali tiada lain dari buminya Indonesia. Semuanya telah sesuai betul dengan watak dan jati diri bangsa Indonesia. Kesesuaian ini tentunya mengundang optimisme bahwa semua prinsip itu akan membumi dan dapat membuahkan cita-cita luhur yang terkandung di dalamnya.
Jika saja kita memegang prinsip: hari ini harus lebih baik dari kemarin. Esok harus lebih baik dari hari ini. Maka pencarian republik yang dari masa ke masa terus dilakukan secara simultan, idealnya saat ini pencarian itu sudah mulai menemukan eksistensinya. Keadaan bangsa ini seharusnya sudah memasuki era di mana kesejahteraan dan kemakmuran paling tidak hampir merata. Indonesia seharusnya sudah mendekati jati dirinya yang berketuhanan, berprikemanusiaan, bersatu, dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan, dan yang terpenting adalah berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita terakhir inilah yang terkandung dalam semangat republik.

Antara Idealita dan Realita
Republik, sebagai sebuah cita-cita tentu tetap ideal dan pervect sebagaimana tujuan luhurnya. Namun pada tataran praksis, ia tak ubahnya sebuah teks. Republik tak mungin lepas dari para penafsirnya yang tak lain dan tak bukan adalah para penguasa negri ini. Tak pelak, republik diterjamahkan dengan berbagai penafsiran sesuai dengan kapasitas bahkan kepentingan para penguasanya. Pendek kata, satu republik banyak makna.
Keadaan ini tentu sah-sah saja. Kalau tidak malah menjadi suatu keharusan dimana perkembangan jaman menuntut respon dan kebijakan yang berbeda-beda. Meski demikian, pertanyannya tetap sama. Sudahkah republik benar-benar res publika? Benarkah kebijakan-kebijakan di negri ini benar-benar memihak pada kepentingan rakyat banyak. Sudahkah kemakmuran dan keadilan di negri ini merata ke seluruh lapisan masyarakat? Pertanyaan ini tentu mudah dijawab jika sekali waktu kita mau road show ke masyarakat bawah. Republik boleh saja diterjamahkan ke dalam beragam penafsiran. Tapi esensi dan tujuannya harus tetap sama. Res publica! Asal jangan mengatasnamakan republik untuk menghancurkannya.

Realitas Ironis
Tak sepatutnya bagi seorang patriot yang dalam benaknya bersemayam bara semangat merasa miris menatap pahit getirnya sejarah. Tapi jika kita menengok bangsa kita belakangan, tak berlebihan jika perasaan itu acap kali timbul tenggelam bahkan seringkali berlaga di depan mata. Krisis bangsa yang berkecamuk sejak sekian lama tak kunjung menampakkan titik akhirnya. Gerbong reformasi yang sudah berjalan hampir satu windu seolah-oleh kehilangan jati dirinya.
Nasib rakyat jelata semakin hari semakin empot-empotan. Angka kemiskinan semakin menanjak. Harga barang terus melambung. Pekerjaan menjadi barang mahal yang sulit didapatkan. Sementara budaya konsumerisme semakin menunjukkan kesuburannya. Kriminalitas merambah pada ranah yang sangat mengkhawatirkan. Bayangkan, dalam suatu keluarga, orang tua yang semestinya menjadi suri tauladan dan menjadi pelindung bagi anak-ankanya, malah tega menyiksanya, memperkosanya, menyetrikanya, bahkan ada yang membakarnya.

Menurut banyak komentator, kejadian ironis ini banyak terjadi di kalangan masyarakat bawah. Para orang tua ini tidak tahu bagaimana mendidik anak-anaknya. Kurang pendidikan? Ya. Tapi bagaimana mereka sempat memikirkan masalah pendidikan, sedangkan untuk makan sehari-hari saja kesulitan. Secara simplistis, dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor determinan yang menyebabakan krisis multidimensi di negri ini adalah kesenjangan ekonomi.
Kenyataannya, di tengah-tengah kemiskinan bangsa ini masih banyak mereka yang dapat naik haji. Tercatat jumlah jamaah haji Indonesia ada 200.000 orang. Padahal diantara mereka ada yang sudah dua atau pun tiga kali berangkat haji. Kita juga menyaksikan banyak orang kaya di negri ini. Mereka terkadang mempunyai kendaraan mewah lebih dari satu. Untuk urusan makan saja mereka sudah tak selera lagi dengan masakan dalam negri. Tapi pemandangan lain sungguh mengenaskan. Di ujung desa sana banyak masyarakat kita yang sekedar makan nasi aking saja tidak kenyang. Jangankan memilih menu yang representatif untuk kesehatan. Sekedar bertahan hidup (survival) saja kelimpungan.

Kembali Pada Sejarah

Lagi-lagi Soekarno pernah berpesan: Jas merah! Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Tapi terkadang kita kebingungan. Sejarah manakah yang semestinya tak hilang dari ingatan kita. Memori sejarah hanya menyisakan duka nestapa yang berkepanjangan. Dari demokrasi terpimpin sampai demokrasi liberal republik belum menampakkan eksistensinya. Yang kaya makin kaya. Yang miskin bertambah miskin.
Melihat konteks sejarah yang seperti ini, kembali pada sejarah mungkin dapat dimaknai sebagai kembali pada elan vital dan tujuan luhur didirikannya bangsa yang bernama “Republik Indonesia”. Res publica! Res publica! Res publica! Begitulah pesan Soekarno dalam pidatonya. Sampai saat ini rasanya republik ini masih

Saturday, August 28, 2010

BUDIDAYA TOKEK


Boomingnya Tokek membuat harga semakin melangit mungkin dari beberapa teman ingin mencoba membesarkan tokek, ada beberapa tips cara mudah membesarkannya

(diambil dari beberapa sumber )
CARA BUDIDAYA TOKEK

Ada beberapa cara budidaya tokek ini, tergantung modal yang kita miliki. Kalau modal kita hanya cukup membeli bamboo untuk tempat persembunyian tokek maka bamboo yang telah kita beri lubang tersebut kita masukkan anak tokek yang masih kecil kemudian kita simpan di atas pohon dan biarkan ia memakan serangga yang hinggap di pohon. Resikonya agak sulit di tangkap jika telah besar dan mungkin tokeknya bisa kabur atau diambil orang lain dengan cara dipancing bila dibandingkan dengan tokek yang kita letakkan di dalam rumah-rumahan kawat ram di kebun-kebun atau di tengah-tengah sawah. Cara ini masih konseptual lho karena penulis sendiri belum pernah melakukan budidayanya. Bulan Desember 2007 penulis mendapat tiga ekor tokek dari daerah Kediri Jawa Timur lantas dibawa ke Bandung dengan cara dimasukkan ke dalam botol plastic bekas kemasan air minum AQUA 1,5 liter dimasukkan ke dalam tas daypack dengan angkutan kereta api untuk diupayakan pembudidayaannya, namun
dua hari kemudian tokek ini mati entah karena kedinginan atau karena stress waktu dalam perjalanan, atau sebab-sebab lain yang tidak ketahuan. Makanan tokek ini berdasarkan penalaman penulis sebelum ke Bandung yaitu jengkerik (Gryllus gryllus), kupu-kupu (?), laron (?) dan setelah di Bandung toek diberi jengkerik, nasi dan terakhir kecoa (Peryplaneta Americana). Mungkinkah kecoa entah ukurannya terlalu besar atau kaki-kakinya yang berduri atau bau kecoa yang sangat menyengat hingga mungkin beracun bagi tokek penulis belum tahu secara pasti. Tanggal 03 January 2008 penulis membawa lagi empat tokek yang berasal dari Malang Jawa Timur yang berhawa dingin seperti Bandung Jawa Barat dan satu ekor tokek dari Kediri Jawa Timur dengan cara dimasukkan ke dalam kurungan burung yang terbuat dari kawat ram dicat hijau daun muda dan didalamnya dimasukkan bumbung bamboo untuk persembunyian/menjaga kehangatan tokek dan kurungan ini lantas dibungkus kertas Koran.
Atap terbuat dari seng atau apa saja untuk melindungi dari hujan dan terik matahari

Pondasi bangunan agar rumah tokek tidak mudah roboh atau diganggu pencuri
Tempat persembunyian bawah jika tempat persembunyian atas terlalu panas

Berupa kawat ram yang bisa dimasuki serangga tetapi tokeknya tidak bisa keluar dari dalam. Sebaiknya kalau malam diberi lampu untuk mengundang serangga malam dan menjaga kehangatan tokek.
Tempat persembunyian atas jika tempat persembunyian bawah terlalu dingin

Sifat Tokek

1 Tokek Merupakan Binatang yang tahan lapar, serta tahan cuaca.
Jadi kalo tokek gak diberi makan selama 1 minggu ato 2 minggu, itu gak masalah. Atopun dicuaca panas ato dingin itu juga gak masalah.

2. Tokek Merupakan hewan kanibal
Jadi jika dia kumpul jadi 1 kandang, dan merasa lapar,dia bersifat kanibal.
Dia mempunyai pedoman siapa yang kuat dia yang menang, jadi ada hukum rimba di sini. Jadi saran saya 1 kandang 1 tokek. Supaya tidak ada persaingan makanan.

3. Tokek Gampang Stress
Dan Karena tokek yang gampang stres, maka sekali diletakan dikandang, jangan dipindah pindah lagi baik tokek maupun kandangnya. Tujuannya supaya tokek tidak stres, akibatnya dia akan gak doyan makan. Sebenarya tokek mati, rata rata mengalami stres. Soalnya ketika saya pertama kali banyak yang mati.

4. Peletakan kandang di tempat yang sesuai.
Tempatnya usahakan di luar, kalo bisa dibawah pohon. Tujuanya supaya tetap merasa di alam.

5. Adaptasi tokek dari ditangkap dan masuk kandang.
Biasanya tokek tidak mau makan selama 2 minggu ato bahkan lebih. Tapi jika kandang dibuat dari kayu, adaptasi akan menjadi lebih cepat. Jadi saya sarankan buat kandang dari kayu.

6. Tujuan memisahkan per kandang.
Yaitu supaya tokek tidak bertelur ato berkembang biak. Karena tujuan utama saya yaitu membesarkan bukan membudidayakan.

7. Untuk ukuran kandang bebas.
Syaratnya harus dari kayu, dan agak gelap. Madsutnya gelap semua tertutup kecuali pintu mengunakan kawat streamin. Dan usahakan max 2 ekor tokek dalam 1 kandang. Kalo ditempat saya menggunakan bekas lemari baju dari kayu, saya modif dengan pintu menggunakan kawat streamin.

8. Untuk makanan.
Serangga adalah makanan tokek. Ini akan merangsang tokek menjadi lebih besar. Dalam hal ini bisa menggunakan jangkrik/Kroto sebagai makanan tokek.Untuk peningkatan beberapa ons itu tergantung banyak faktor, usahakan jangan sampai tokek merasa stress itu aja. buat kandang senyaman mungkin.

9. Cara memegang.
Tokek memang agak menakutkan. biasanya memegang posisi dari belakang, dan sasaran kepalanya, jangan ekornya, karena dia akan melepaskan ekornya kalo dipegang, kayak cicak.
caranya kalo kegigit, siram mulutnya dengan air hangat ato, alihkan gigitanya dengan benda agak lunak misal kain.


Sumber: http://suryahawk.blogspot.com/2009/02/berternak-tokek.html