Monday, May 28, 2007

GLOBALISASI DAN KEMISKINAN

Diterbitkan November 7th, 2006
DI kutip dari Harianterbit Republika

Kemiskinan bukan ekses globalisasi. Begitu Hernando de Soto, seorang pemikir ekonomi dunia asal Peru, menegaskan. Kemiskinan di dunia, katanya, bukanlah akibat ekses globalisasi dan kapitalisme.
Kemiskinan dan globalisasi memang sudah lama menjadi bahan perdebatan, bukan hanya di kalangan ekonom-ekonom dalam negeri, tapi juga dunia. Perdebatannya pun tak pernah jauh-jauh dari bagaimana dampak globalisasi terhadap kemiskinan; menekan kemiskinan atau justru memperbesar kemiskinan.
Sejak proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi kehidupan di hampir semua negara terkesan meningkat, apalagi jika diukur dengan indikator-indikator lebih luas. Namun, seringkali pula peningkatan itu hanya ada dalam hitung-hitungan di atas kertas. Negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih keuntungan, tapi tidak negara-negara berkembang dan miskin.
Pengalaman sudah membuktikan sejak proses globalisasi bergulir muncul pula isu-isu seperti perdagangan global yang tidak fair, juga sistem keuangan global yang labih yang menelorkan krisis. Dalam kondisi tersebut, negara-negara berkembang dan miskin berulang kali terjebak jeratan utang yang justru jadi beban. Belum lagi bermunculan rezim hak properti intelektual, yang malah menghabisi akses masyarakat miskin untuk mendapat obat-obatan dengan harga terjangkau.
Dalam proses globalisasi, seharusnya uang mengalir dari negara kaya ke negara miskin. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, yang terjadi justru sebaliknya. Sementara negara-negara kaya memiliki kemampuan untuk menahan risiko fluktuasi kurs dan suku bunga, negara-negara berkembang dan miskin menanggung beban fluktuasi tadi.
Fakta-fakta tersebut jelas tidak menjadikan De Soto, juga kita, antiglobalisasi. Soto hanya menunjuk kemiskinan di negara berkembang dan miskin bukan karena globalisasi tapi karena pemerintah tak memberi kesempatan pada rakyatnya untuk masuk ekonomi pasar. Karenanya, pemerintah dianggap perlu memformalkan sektor informasl. Caranya dengan legalisasi usaha-usaha informal dan memberikan sertifikat atas lahan dan aset-aset sektor informal tadi. Soto mengusulkan agar penduduk, usaha informal, dan petani miskin diberi sertifikat sehingga bisa dengan mudah mendapat pinjaman modal perbankan, yang tak lain korporasi besar. Pemberian sertifikat itulah yang kemudian disebutnya sebagai kodifikasi hukum.
Gagasan boleh saja. Reformasi hukum, harus. Tapi, ingat juga siapa yang bakal dihadapi sektor informal –dengan bekal sertifikat dan pinjaman perbankan yang tak seberapa– setelah mendapat akses ekonomi pasar? Korporasi-korporasi besar mancanegara, bermodal besar, berjaringan kuat, dan telanjur mendapat akses jauh lebih besar lantaran pemerintah menandatangani pembukaan akses pasar alias globalisasi.
Petani miskin kita, dengan modal sertifikat dan pinjaman perbankan tak seberapa, setelah mendapat akses ekonomi pasar, ‘dipaksa’ menghadapi petani-petani negara maju bertameng subsidi dan proteksi pemerintah. Bukankah ketidakseimbang itu yang jadi sebab mandeknya perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)?
Kita memang tidak seharusnya antiglobalisasi. Kita juga perlu terus melakukan reformasi di bidang hukum, termasuk yang terkait perdagangan bebas dan pembukaan akses pasar. Tapi, kita perlu juga mewaspadai akibat globalisasi terhadap proses pemiskinan. Globalisasi mungkin tidak akan memiliki ekses pada kemiskinan, jika pemerintah tahu benar cara melindungi sektor informal domestik dalam keterbukaan akses pasar. Tanpa perlindungan itu, gagasan Soto boleh jadi hanya berarti bagi satu dua korporasi besar.

Monday, May 7, 2007

“Eksistensi Bangsa Indonesia Di Mata Pemuda”

Oleh: Cecep Suyudi M*

Berawal dari pertanyaan, “masih adakah Bangsa Indonesia 20 tahun yang akan datang serta masih adakah harapan bagi bangsa Indonesia untuk bangkit?”
Indonesia hari ini menjadi bangsa yang sakit, namun situasi dan kondisi yang berbeda dengan turki ketika awal abad ke 20-an, alasan ini bisa dilukiskan peribahasa lama, “ayam mati di lumbung padi” negri yang terkoyak, krisis berkepanjangan, perilaku barbar yang menjadi warisan turun temurun dari generasi kegenerasi, kemiskinan menjadi cerita lama yang sering terulang dari masa orde lama sampai masa reformasi pada saat ini, sampai moralitas yang terabaikan dari mental pejabat dan rakyat menjadi suatu peradaban yang gila semuanya mengerut menjadi satu, suatu kegilaan peradaban.
Semua orang tahu, semua bangsa dan Negara tahu Indonesia adalah Negara gemah ripah loh jinawi dengan sederet keindahan alam dan hasil tambang yang melimpah dengan pulau-pulau yang berjajar dari sabang sampai meraoke, sumber daya manusia yang luar biasa ±20 juta jiwa, lalu dimanakah letak kesalahannya? Bisakah diatasi?
Pemuda hari ini menjadi ujung tombak bangkitnya bangsa Indonesia dimasa yang akan dating. Indonesia hari ini menjadi cerminan bangkitnya Indonesia dimasa yang akan datang, lalu akankah menjadi demikian? Bukankah pejabat-pejabat kita sekarang adalah pemuda-pemuda dimasa lalu yang penuh gerakan demi sebuah perubahan? Akankah kejadiannya seperti itu dan akan terus terulang bagi generasi-generasi pemuda selanjutnya?
Pemuda hari ini harus menjadi pemutus mata rantai gelapnya generasi, karena sepucuk asa, seuntai cinta dan sebongkah harapan rakyat menjadi samudera yang harus diperjuangkan pemuda sehingga sampailah bangsa ini menuju gerbang kemerdekaan, perdamaian abadi, dan cita-cita demokrasi yang penuh kemakmuran, kebaikan dan kebahagiaan.
Pemuda tetap menjadi motor pergerakan dan perubahan bangsa ini demi tetap eksisnya tanah air Indonesia, satu pemuda satu bangsa satu bahasa.

Penulis adlah aktivis IMM CIputat

AKSEPTASI MASYARKAT MUSLIM TERHADAP PRODUK PERBANKAN SYARIAH

Oleh: Cecep Suyudi M*

I. Latar Belakang
Kehadiran Perbankan syariah di Indonesia, yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia tahun 1992, kini berkembang pesat. Meski perannya dalam perbankan nasional masih relatif kecil, namun keberadaannya memberikan nuansa baru dalam system perbankan nasional. Bank-bank syariah terbukti mampu menunjukkan performansi dan pertumbuhan yang tinggi, yang sekaligus memberikan solusi pengelolaan dan system perbankanan berbasis syariah, yang semata-mata tidak hanya diperuntukkan bagi kegaiatan perbankan ummat Islam saja, melainkan juga masyarakat secara keseluruha
Perkembangan ekonomi syariah yang sangat signifikan ditengah-tengah munculnya lembaga keuangan yang menjadi opportunities dalam kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis multi dimensi terus berlanjut. Lembaga keuangan syariah akan memainkan peranan yang sangat penting dalam merstrukturisasi perekonomian Negara kalau semua hal yang terkait dalam system ekonomi islam bisa doterima oleh masyarakat muslim pada khususnya. Hal ini harus terus dipertahankan dan harus menjadi bukti konkrit bahwa ekonomi islam adalah sebuah system perekonomian yang berkeadilan serta rahmatan lil ‘alamin yang mampu melakukan reformasi bahkan sampai pada revolusi terhadap kondisi perekonomian Negara yang tidak stabil yang telah diciptakan oleh system perekonomian kapitalis yang sekuler.
Akan tetapi semua itu akan sangat tergantung pada masyarakat khususnya masyarakat muslim, apakah sudah bisa menerima system Ekonomi islam yang sudah terfokus pada produk-produk pebankan syariah yang sudah sekian lama bangsa ini mengkiblat pada system ekonomi kapitalis. Hal inilah yang seharusnya diketahui lebih lanjut agar supaya pihak lembaga keuangan syariah bisa lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk perbankan syariah yang bisa lebih diterima oleh masyarakat serta tidak menyimpang dari kesyariahannya. Oleh karena itu, teliti kembali produk perbankan syariah yang sudah ada agar terhindar dari hal-hal yang ribawi serta bisa bersaing dengan lembaga keuangan lainnya sampai bisa lebih diterima oleh masyarakat dan terus menciptakan ide-ide kretaif untuk lebih menciptakan produk perbankan syariah yang bisa lebih jauh diterima oleh masyarakat dengan tidak mengesampingkan proyeksi keuntungan yang bertindak sebagai lembaga keuangan komersial serta rahmatan lil ‘alamin.
Maka atas dasar itulah, kenapa maslah ini menjadi urgen untuk menjadi salah satu focus penelitian, selain untuk mencari kesefahaman antara pihak praktisi dan mungkin tidak akan terlepas pada kalangan akademisi untuk terus berjuang dalam mengembangakan ekonomi syaraiah ini pada umumnya serta lembaga keuangan syariah pada khususnya. Oleh karena itu, ini akan menjadi tantangan yang konkrit bagi peneliti khususnya untuk terus lebih mencurahkan perhatiannya dalam rangka ikut berperan aktif untuk ikut menumbuh kembangkan Perbankan syariah serta memberikan hasil konkrit dari penelitiannya dengan memberikan ide-ide kreatif dalam rangka mengembangkan produk-produk perbankan syariah.

Penulis adalah Mahasiswa Perbankan Syariah Semester 6 (06-07)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta