Tuesday, June 26, 2007

JEBAKAN KAPITALISME DI TENGAH KRISIS MULTIDIMENSI

Oleh: Cecep Suyudi M

Di tengah-tengah gejolak perekonomian yang semakin menunjukkan angka peningkatan pada tingkat kemiskinan serta pengngguran, bangsa Indonesia terus melakukan aksi politik yang semakin menunjukan haus akan jabatan, bukan malah sebaliknya. Seharusnya sebagai pemerintahan yang adil yang di janjikan ketika visi pencalonan dulu, komitmen akan kebangsaan itu sangat tingngi. akan tetapi setelah temapta itu di raihnya lupa akan janjinya

Monday, June 25, 2007

Perbankan Syariah Dalam Sorotan

Oleh: Cecep Suyudi M

Akhir2 ini perbankan syariah telah memberi warna baru dalam perekonmian indonesia. Ini terbukti dengan pertumbuhannya yang sangat pesat yang kemudian di iringi dengan semakin maraknya perbankan nasional yang membuka unit syariahnya. Hal ini membuktikan bahwa sistem yang di kembangkan oleh Perbakan yang berbasis Bagi Hasil (Katakan No Bunga/Riba) dengan sistem Syariahnya telah ada dan sejalan dengan cita-cita dasar sebagai basis perekonomian umat.
Apalagi sekarang, BI telah memberikan target yang harus di capai pada tahun 2008 dengan pencapaian total asset 5% dari total asset perbankan nasional. Ini merupakan tantangan baru bagi perbankan syariah dalam memacu pertumbuhannya.
Akan tetapi yang lebih penting adalah UU perbankan syariah segera di sahkan yang sudah sekian lama di pendam di DPR. Dengan di sahkannya UU Perbankan Syariah akan sangat membantu pertumbuhan perbankan syariah dalam mencapai 5%. SDM perbankan syariah harusterus di tingkatkan dengan semakin banyaknya seminar-seminar, diskusi-diskusi, maupun trining-trining yang di adakan oleh berbagai elemen dalam rangka mendukung pertumbuhan perbankan syariah.
Kemudian timbul masalah yang mungkin di akibatkan dari target yang harus di capai oleh perbankan syariah yaitu FDR yang kian hari menunjukan peningkatan. Hal inilah yang harus di perhatikan oleh kalangan praktisi.

Monday, May 28, 2007

GLOBALISASI DAN KEMISKINAN

Diterbitkan November 7th, 2006
DI kutip dari Harianterbit Republika

Kemiskinan bukan ekses globalisasi. Begitu Hernando de Soto, seorang pemikir ekonomi dunia asal Peru, menegaskan. Kemiskinan di dunia, katanya, bukanlah akibat ekses globalisasi dan kapitalisme.
Kemiskinan dan globalisasi memang sudah lama menjadi bahan perdebatan, bukan hanya di kalangan ekonom-ekonom dalam negeri, tapi juga dunia. Perdebatannya pun tak pernah jauh-jauh dari bagaimana dampak globalisasi terhadap kemiskinan; menekan kemiskinan atau justru memperbesar kemiskinan.
Sejak proses globalisasi mulai berlangsung, kondisi kehidupan di hampir semua negara terkesan meningkat, apalagi jika diukur dengan indikator-indikator lebih luas. Namun, seringkali pula peningkatan itu hanya ada dalam hitung-hitungan di atas kertas. Negara-negara maju dan kuat memang bisa meraih keuntungan, tapi tidak negara-negara berkembang dan miskin.
Pengalaman sudah membuktikan sejak proses globalisasi bergulir muncul pula isu-isu seperti perdagangan global yang tidak fair, juga sistem keuangan global yang labih yang menelorkan krisis. Dalam kondisi tersebut, negara-negara berkembang dan miskin berulang kali terjebak jeratan utang yang justru jadi beban. Belum lagi bermunculan rezim hak properti intelektual, yang malah menghabisi akses masyarakat miskin untuk mendapat obat-obatan dengan harga terjangkau.
Dalam proses globalisasi, seharusnya uang mengalir dari negara kaya ke negara miskin. Tapi, dalam beberapa tahun terakhir, yang terjadi justru sebaliknya. Sementara negara-negara kaya memiliki kemampuan untuk menahan risiko fluktuasi kurs dan suku bunga, negara-negara berkembang dan miskin menanggung beban fluktuasi tadi.
Fakta-fakta tersebut jelas tidak menjadikan De Soto, juga kita, antiglobalisasi. Soto hanya menunjuk kemiskinan di negara berkembang dan miskin bukan karena globalisasi tapi karena pemerintah tak memberi kesempatan pada rakyatnya untuk masuk ekonomi pasar. Karenanya, pemerintah dianggap perlu memformalkan sektor informasl. Caranya dengan legalisasi usaha-usaha informal dan memberikan sertifikat atas lahan dan aset-aset sektor informal tadi. Soto mengusulkan agar penduduk, usaha informal, dan petani miskin diberi sertifikat sehingga bisa dengan mudah mendapat pinjaman modal perbankan, yang tak lain korporasi besar. Pemberian sertifikat itulah yang kemudian disebutnya sebagai kodifikasi hukum.
Gagasan boleh saja. Reformasi hukum, harus. Tapi, ingat juga siapa yang bakal dihadapi sektor informal –dengan bekal sertifikat dan pinjaman perbankan yang tak seberapa– setelah mendapat akses ekonomi pasar? Korporasi-korporasi besar mancanegara, bermodal besar, berjaringan kuat, dan telanjur mendapat akses jauh lebih besar lantaran pemerintah menandatangani pembukaan akses pasar alias globalisasi.
Petani miskin kita, dengan modal sertifikat dan pinjaman perbankan tak seberapa, setelah mendapat akses ekonomi pasar, ‘dipaksa’ menghadapi petani-petani negara maju bertameng subsidi dan proteksi pemerintah. Bukankah ketidakseimbang itu yang jadi sebab mandeknya perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO)?
Kita memang tidak seharusnya antiglobalisasi. Kita juga perlu terus melakukan reformasi di bidang hukum, termasuk yang terkait perdagangan bebas dan pembukaan akses pasar. Tapi, kita perlu juga mewaspadai akibat globalisasi terhadap proses pemiskinan. Globalisasi mungkin tidak akan memiliki ekses pada kemiskinan, jika pemerintah tahu benar cara melindungi sektor informal domestik dalam keterbukaan akses pasar. Tanpa perlindungan itu, gagasan Soto boleh jadi hanya berarti bagi satu dua korporasi besar.

Monday, May 7, 2007

“Eksistensi Bangsa Indonesia Di Mata Pemuda”

Oleh: Cecep Suyudi M*

Berawal dari pertanyaan, “masih adakah Bangsa Indonesia 20 tahun yang akan datang serta masih adakah harapan bagi bangsa Indonesia untuk bangkit?”
Indonesia hari ini menjadi bangsa yang sakit, namun situasi dan kondisi yang berbeda dengan turki ketika awal abad ke 20-an, alasan ini bisa dilukiskan peribahasa lama, “ayam mati di lumbung padi” negri yang terkoyak, krisis berkepanjangan, perilaku barbar yang menjadi warisan turun temurun dari generasi kegenerasi, kemiskinan menjadi cerita lama yang sering terulang dari masa orde lama sampai masa reformasi pada saat ini, sampai moralitas yang terabaikan dari mental pejabat dan rakyat menjadi suatu peradaban yang gila semuanya mengerut menjadi satu, suatu kegilaan peradaban.
Semua orang tahu, semua bangsa dan Negara tahu Indonesia adalah Negara gemah ripah loh jinawi dengan sederet keindahan alam dan hasil tambang yang melimpah dengan pulau-pulau yang berjajar dari sabang sampai meraoke, sumber daya manusia yang luar biasa ±20 juta jiwa, lalu dimanakah letak kesalahannya? Bisakah diatasi?
Pemuda hari ini menjadi ujung tombak bangkitnya bangsa Indonesia dimasa yang akan dating. Indonesia hari ini menjadi cerminan bangkitnya Indonesia dimasa yang akan datang, lalu akankah menjadi demikian? Bukankah pejabat-pejabat kita sekarang adalah pemuda-pemuda dimasa lalu yang penuh gerakan demi sebuah perubahan? Akankah kejadiannya seperti itu dan akan terus terulang bagi generasi-generasi pemuda selanjutnya?
Pemuda hari ini harus menjadi pemutus mata rantai gelapnya generasi, karena sepucuk asa, seuntai cinta dan sebongkah harapan rakyat menjadi samudera yang harus diperjuangkan pemuda sehingga sampailah bangsa ini menuju gerbang kemerdekaan, perdamaian abadi, dan cita-cita demokrasi yang penuh kemakmuran, kebaikan dan kebahagiaan.
Pemuda tetap menjadi motor pergerakan dan perubahan bangsa ini demi tetap eksisnya tanah air Indonesia, satu pemuda satu bangsa satu bahasa.

Penulis adlah aktivis IMM CIputat

AKSEPTASI MASYARKAT MUSLIM TERHADAP PRODUK PERBANKAN SYARIAH

Oleh: Cecep Suyudi M*

I. Latar Belakang
Kehadiran Perbankan syariah di Indonesia, yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia tahun 1992, kini berkembang pesat. Meski perannya dalam perbankan nasional masih relatif kecil, namun keberadaannya memberikan nuansa baru dalam system perbankan nasional. Bank-bank syariah terbukti mampu menunjukkan performansi dan pertumbuhan yang tinggi, yang sekaligus memberikan solusi pengelolaan dan system perbankanan berbasis syariah, yang semata-mata tidak hanya diperuntukkan bagi kegaiatan perbankan ummat Islam saja, melainkan juga masyarakat secara keseluruha
Perkembangan ekonomi syariah yang sangat signifikan ditengah-tengah munculnya lembaga keuangan yang menjadi opportunities dalam kondisi perekonomian bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis multi dimensi terus berlanjut. Lembaga keuangan syariah akan memainkan peranan yang sangat penting dalam merstrukturisasi perekonomian Negara kalau semua hal yang terkait dalam system ekonomi islam bisa doterima oleh masyarakat muslim pada khususnya. Hal ini harus terus dipertahankan dan harus menjadi bukti konkrit bahwa ekonomi islam adalah sebuah system perekonomian yang berkeadilan serta rahmatan lil ‘alamin yang mampu melakukan reformasi bahkan sampai pada revolusi terhadap kondisi perekonomian Negara yang tidak stabil yang telah diciptakan oleh system perekonomian kapitalis yang sekuler.
Akan tetapi semua itu akan sangat tergantung pada masyarakat khususnya masyarakat muslim, apakah sudah bisa menerima system Ekonomi islam yang sudah terfokus pada produk-produk pebankan syariah yang sudah sekian lama bangsa ini mengkiblat pada system ekonomi kapitalis. Hal inilah yang seharusnya diketahui lebih lanjut agar supaya pihak lembaga keuangan syariah bisa lebih kreatif dalam menciptakan produk-produk perbankan syariah yang bisa lebih diterima oleh masyarakat serta tidak menyimpang dari kesyariahannya. Oleh karena itu, teliti kembali produk perbankan syariah yang sudah ada agar terhindar dari hal-hal yang ribawi serta bisa bersaing dengan lembaga keuangan lainnya sampai bisa lebih diterima oleh masyarakat dan terus menciptakan ide-ide kretaif untuk lebih menciptakan produk perbankan syariah yang bisa lebih jauh diterima oleh masyarakat dengan tidak mengesampingkan proyeksi keuntungan yang bertindak sebagai lembaga keuangan komersial serta rahmatan lil ‘alamin.
Maka atas dasar itulah, kenapa maslah ini menjadi urgen untuk menjadi salah satu focus penelitian, selain untuk mencari kesefahaman antara pihak praktisi dan mungkin tidak akan terlepas pada kalangan akademisi untuk terus berjuang dalam mengembangakan ekonomi syaraiah ini pada umumnya serta lembaga keuangan syariah pada khususnya. Oleh karena itu, ini akan menjadi tantangan yang konkrit bagi peneliti khususnya untuk terus lebih mencurahkan perhatiannya dalam rangka ikut berperan aktif untuk ikut menumbuh kembangkan Perbankan syariah serta memberikan hasil konkrit dari penelitiannya dengan memberikan ide-ide kreatif dalam rangka mengembangkan produk-produk perbankan syariah.

Penulis adalah Mahasiswa Perbankan Syariah Semester 6 (06-07)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Wednesday, April 18, 2007

Dinar Dapat Diterapkan Pada Asuransi Kesehatan'

Selasa, 17 April 2007
Republika : http://www.republik a.co.id

'Dinar Dapat Diterapkan Pada Asuransi Kesehatan'

JAKARTA -- Bumiputera Muda (Bumida) Syariah menyatakan, mata uang Dinar dapat diterapkan pada produk asuransi kesehatan. Sebabnya, meski produk tersebut rata-rata berjangka waktu satu tahun, tapi cenderung diperpanjang dan berkelanjutan. Karena itu, penerapan Dinar dalam produk tersebut dimungkinkan.
''Saya kira penerapan Dinar dalam produk asuransi kesehatan mungkin dilakukan,'' kata Kepala Bagian Pengembangan Bisnis Syariah Bumida, Fahmi Basyah, usai menghadiri seminar penerapan Dinar dalam industri asuransi syariah yang diselenggarakan Badan Eksekutif Mahasiswa Asuransi Syariah dan Forum Studi Hukum Mahasiswa UIN Jakarta, Senin, (16/4).
Menurut Fahmi, pengembangan produk asuransi kesehatan berbasis Dinar penting dilakukan karena bila tetap menggunakan uang kertas, maka produk asuransi kesehatan dapat merugikan peserta. Nilai mata uang kertas cenderung fluktuatif karena laju inflasi. Sedangkan, Dinar cenderung stabil bahkan menguat terhadap mata uang kertas. ''Nilai Dinar lebih stabil dari pada mata uang kertas,'' katanya yang menyebutkan saat ini Dinar 22 karat bernilai sekitar Rp 800 ribu.
Namun, menurut Fahmi, penerapan Dinar tersebut bergantung pada dukungan perbankan syariah dan regulator. Karena, produk tersebut tidak dapat diterbitkan bila perbankan syariah tidak menerima transaksi Dinar. ''Agar perbankan syariah bisa menerima transaksi Dinar maka dukungan regulator BI (Bank Indonesia) dan Depkeu penting sekali,'' katanya.
Kepala Divisi Syariah BNI Life, Ario Soesatio Aji, juga menyebutkan Dinar dapat diterapkan pada produk asuransi jiwa jangka panjang. Namun, hal tersebut dapat dilakukan bila BI dan Depkeu memberikan dukungan atas penerbitan produk tersebut. Sehingga perbankan syariah dan perusahaan sekuritas dapat menerbitkan sejumlah produk investasi yang berbasis Dinar. ''Sebab produk asuransi berbasis Dinar baru akan berkembang bila memang ada tempat investasi bagi premi Dinar yang dikelola,'' katanya.
Kepala Departemen Hubungan Eksternal Forum Studi Hukum Mahasiswa UIN Jakarta, Anhar Kurniawan mendorong industri asuransi syariah dapat segera menerapkan Dinar dalam berbagai produk asuransi. Ia juga mendorong agar BI dan Depkeu dapat memberikan dukungan terhadap penerapan Dinar tersebut. Stabilitas Dinar dibandingkan mata uang kertas memberikan manfaat bagi peserta asuransi. aru ( )
------------ --------- --------- --------- --------- --------- --------
Note : Bagi yang tertarik dan ingin mendapatkan materi-materi mengenai "Dinar dan Dirham", dapat menghubungi saya via email ke :


------------ --------- --------- --------- --------- --------- --------- --------- -
Bagian Pengembangan Bisnis Syariah
PT Asuransi Umum Bumiputeramuda 1967
http://www.bumida. co.id
Email: fahmi@bumida. co.id, syariah@bumida. co.id
Yahoo ID: f_basyah

Saturday, March 17, 2007

pusing....!!!!!!!!!*****??????



pusing bgt deh pkknya..
ampe kul ja mls..blos..dll...bnyak tugas pla...
tapi g bleh ngeluh kaya gini sih..tapi mesti gmn donk..ya Allah berilah hamba kesabaran dan ketabahan..

Tuesday, March 13, 2007

BERDOALAH WAHAI SAUDARAKU UNTUK BANGSA

Wahai saudara ku..bangsa ini sudah menunjukan amarahnya..apakah kita sadar dengan hal ini?musibah tak hentinya memberikan pelajaran bagi kita untuk lebih berintrospeksi diri terhadap pa yang dah kita perbuata selma ini.
setiap kita adalah bertanggung jawab demi lestarinya bangsa ini. setiap kita adalah penjaga atas makhluk sang khalik. setiap kita adalah khalifah di muka bumi ini, bukan unutk meruksak..
bangsa ini telah mengeluarkan kesedihan yang begitu mendalam..setiap kita harus bisa menghentikan kesedihan bangsa kita ini.

Sunday, March 4, 2007

PSIKOTEST

Guys.....u must try this.tapi
kalian bener2 jangan ngeliat jawabannya di
bawah ya...loe ikutin aja instruksi2nya, dijamin
deh bakal kaget loe liat hasilnya, gue aja masih
terheran2 dan geleng2 kepala......tapi mikirnya
jangan lama2, apa yang ada di hati loe aja
tapi bukan berarti asal2an loooohh.....enjoy....

Psikotest ini diambil dari email internet,
diterjemahkan oleh orang tersebut dari bahasa
asalnya Japanese. Anda akan menemukan hasil
yang sangat mengejutkan. Orang yang
memikirkan
game ini, konon sesudah membaca mail ini,
harapannya dapat terkabul. Pasti anda akan
terkejut melihat hasilnya.!!!
Cuma janji dulu, JANGAN MEMBACA JAWABAN
DIBAWAHNYA TERLEBIH DAHULU.
ISI DULU INSTRUKSI YANG DIMINTA.
BACA SATU PARAGRAF DEMI SATU
PARAGRAF.
Pertama-tama siapkan bolpen dan kertas.
Waktu memilih nama, anda harus memilih orang
yang anda kenal. Jangan terlalu banyak mikir,
tulislah apa yang ada di kepala anda.

INGAT : Maju satu paragraf per paragraf.
Kalau anda membaca kelanjutannya, Permohonan
anda tidak akan terkabul.
1.. Pertama-tama tulis angka 1 sampai sebelas di
kertas anda secara vertikal (atas ke bawah)

2.. Tulis angka yang paling kamu senang (antara1-
11) disebelah angka No.1 dan 2

3.. Tulis 2 nama orang (lawan jenis) yang kamu
kenal, masing-masing di No.3 dan No.7

4.. Tulis 3 nama orang yang kamu kenal di No.4, 5,
dan 6. Disini kamu boleh menulis nama orang di
keluarga, teman, kenalan. Siapapun OK. Cuma
harus yang kamu kenal

5.. Di no.8, 9, 10 dan 11 kamu tulis nama judul
lagu yang berbeda-beda

6.. Terakhir, tulis kamu punya permohonan.(Kamu
minta permohonan)






















NAH......... dibawah ini ada jawaban dari psikotest-
nya mudah-mudahan cocok jawabannya.
1.. Anda harus memberitahu ke orang yang anda
tulis di No. 7 tentang psi kotest ini.
2.. Orang yang anda tulis di No.3 adalah orang
yang kamu cintai.
3.. Orang yang anda tulis di No.7 adalah orang
yang kamu suka, tetapi bertepuk sebelah tangan.
4.. Orang yang anda tulis di No.4 adalah orang
yang anda rasa paling penting bagi anda.
5.. Orang yang anda tulis di No.5 adalah orang
yang paling mengerti tentang anda.
6.. Orang yang anda tulis di No. 6 adalah orang
yang membawa keberuntungan pada anda.
7.. Lagu yang anda tulis di no. 8 adalah lagu yang
ditujukan untuk orang No.3
8.. Lagu yang anda tulis di no.9 adalah lagu yang
ditujukan untuk orangNo.7
9.. Lagu yang anda tulis di no.10 adalah lagu yang
melukiskan apa yang ada di hati anda.
10.. Terakhir, lagu yang anda tulis di No.11 adalah
lagu yang melukiskan hidup anda.

BAGAIMANA APAKAH CUKUP
JITU ??????
Anda harus mengirimkan email ini ke 10
orang dalam waktu 1 jam. Dengan begitu,
permohonan anda akan dikabulkan. Kalau anda
tidak mengirimkannya, niscaya permohonan anda
akan terjadi yang sebaliknya

Wednesday, February 28, 2007

BANJIR JAKARTA DALAM SOROTAN


BANJIR DALAM SOROTAN
Oleh: Cecep Suyudi M


Alhamdulillah, puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya, akhirnya saya bisa menyelesaikan tugas ini dalam bentuk makalah yang masih sangat jauh dari kesempurnaan.
Shalawat serta salam di haturkan pada Nabi Muhammad SAW. Beserta keluarganya dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa raga dan lainnya demi tegaknya syi’ar islam, yang pengaruh serta manfaatnya hingga kini masih terasa.
Selanjutnya, makalah ini di hadapan para pembaca yang budiman, di susun dalam rangka memenuhi salah satu tugas yang di ajukan oleh Bapak dosen sebagai bagian dari proses belajar di perkualiahan.
Disadari bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan, baik dari segi isinya, tulisannya, bahasanya, analisis dan lain sebagainya. Untuk itu saran dan kritik dari para pembaca dengan senang hati akan penulis terima, diiringi ucapan terima kasih.


BAB I
PENDAHULUAN


Dalam kasus banjir Jakarta, tuding-menuding itu tidak pantas dilakukan. Adalah lebih baik, sebelum menuding, coba introspeksi diri. Evaluasi dan koreksi berbagai kekurangan yang ada. Bukankah kita belum melihat ada upaya-upaya realistis dari Pemprov DKI menyangkut penanganan banjir?
Banjir Jakarta 2007 adalah bencana banjir yang menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak 1 februaru 2007 malam hari. Selain sistem drainase yang buruk, banjir berawal dari hujan lebat yang berlangsung sejak sore hari tanggal 1 Febuari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari BOPUNJUR, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 2 meter di beberapa titik lokasi banjir.
Pantauan di 11 pos pengamatan hujan milik BMG menunjukkan, hujan yang terjadi pada Jumat, 2 Februari, malam lalu mencapai rata-rata 235 mm, bahkan tertinggi di stasiun pengamat Pondok Betung mencapai 340 mm. Hujan rata-rata di Jakarta yang mencapai 235 mm itu sebanding dengan periode ulang hujan 100 tahun dengan probabilitas kejadiannya 20 persen.
Banjir 2007 ini lebih luas dan lebih banyak memakan korban manusia dibandingkan bencana serupa yang melanda pada tahun 2002 dan1996. Sedikitnya 60 orang dinyatakan tewas selama 10 hari karena terseret arus, tersengat listrik, atau sakit. Kerugian material akibat matinya perputaran bisnis mencapai triliunan rupiah, diperkirakan 4,3 triliun rupiah. Warga yang mengungsi mencapai 320.000 orang hingga 7 Februari 2007.
Banjir besar pada awal Februari 2007 yang menimpa jakarta adalah musibah nasional. Musibah kita. Musibah Indonesia. Harus kita katakan demikian lantaran dengan jakarta lumpuh akibat banjir itu, hampir semua wilayah Indoensia terkena imbas meski skalanya berbeda-beda.
Jakarta bukan hanya ibu kota Indonesia. Lebih dari itu, jakarta merupakan pusat penyelenggaraan sebagian besar pemerintahan. Begitu pusat pengendalian itu terganggu, terganggulah denyut pemerintahan Indonesia secara keseluruhan. Namun, persoalan sesungguhnya ketika jakarta lumpuh ialah sebagian besar aktivitas ekonomi berpusat di jakarta. Sampai saat ini, hampir 90 persen uang Indonesia beredar di jakarta.
Ini berarti bukan hanya cermin ketidak merataan peredaran uang, melainkan tingginya tingkat ketergantungan sebagian besar Indonesia kepada jakarta. Karena itu, begitu ekonomi Jakarta lumpuh akibat terjangan banjir besar, dampak buruknya amat terasa juga di belahan Indonesia lain.
Ketika sentra-sentra barang seperti Tanah Abang, Cipulir, dan lain-lain tergenang banjir, distribusi produk ke berbagai daerah ikut terganggu pula. Itu belum termasuk hancurnya pelayanan publik dan administrasi. Praktis sejak Jumat lalu pelayanan publik berantakan. Bukan hanya para pegawai tidak bisa bekerja lantaran akses jalan dari rumah ke tempat bekerja lumpuh total, melainkan juga adanya persoalan psikologis.
Andaikan banjir besar jakarta tidak memutus akses transportasi, tetap saja tidak banyak pegawai yang mau bekerja. Sebab, mereka lebih memikirkan kehidupan rumah tangga yang terancam banjir daripada harus berangkat ke kantor. Dan, itu adalah manusiawi.
Apalagi, kenyataannya memang sebagian besar ruas jalan tergenang air yang tidak memungkinkan pegawai bekerja normal seperti hari-hari sebelumnya. Banjir jakarta menjelaskan pula dengan kasat mata mengenai buruknya manajemen penanganan bencana dan penanganan korban. Bahwa air bah itu menghambat mobilitas dan kecepatan penanganan korban memang ya.
Hanya, kalau jakarta saja seperti itu -banyak korban yang sudah mengungsi dua hari tetapi belum memperoleh bantuan makanan, pakaian bersih, dan obat-obatan, terserang penyakit, dan 20 orang lebih tewas- bagaimana daerah lain yang memiliki peralatan penanganan bencana serba terbatas?
Persoalannya tetap saja asli dan khas karakter Indonesia. Meski jakarta hampir memiliki segala-segalanya, peralatan dan personel penanganan bencana dan korban, semuanya berpulang pada mental manusianya.

BAB II
FAKTOR PENYEBAB BANJIR;
DALAM SOROTAN


AKIBAT guyuran hujan deras sepanjang Selasa (30/12) malam hingga Rabu (31/12), kecuali Jakarta Selatan, empat wilayah DKI Jakarta disergap banjir. Sejumlah ruas jalan, pusat bisnis, perkantoran, fasilitas publik tergenang air hingga puluhan centimeter. Aktivitas masyarakat pun jadi terganggu.
Terhitung sejak Rabu (31/12), Pemprov DKI Jakarta memasuki tahap persiapan siaga II banjir. Alasan Pemprov DKI adalah berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) yang menyebut intensitas curah hujan di Jakarta meningkat. Menurutnya, hal lain yang mendorong Pemprov DKI Jakarta bersiap menuju siaga II adalah genangan air yang meluas dan meningkatnya potensi pengungsian akibat banjir. Namun, jika dalam perkembangannya curah hujan malah turun dan banjir mereda, status siaga III dan IV yang kini diberlakukan, bisa saja malah tidak berlaku lagi.
Tetapi, persoalan banjir Jakarta tidak hanya sampai di situ. Dalam setiap peristiwa banjir yang melanda kawasan ibu kota negara ini, senantiasa menyisakan perdebatan. Para ahli lingkungan, pejabat Pemprov DKI, bahkan para politisi, biasanya angkat bicara. Para pakar biasanya mengritik berbagai kebijakan Pemprov DKI yang dianggap tidak becus mengatur tata ruang wilayahnya dan tidak mau belajar dari pengalaman banjir masa lalu dalam upaya mengantisipasi datangnya banjir.
Pejabat DKI, tak terkecuali Gubernur Sutiyoso pun dibuat sibuk, menangkis berbagai kritik yang ditujukan kepadanya. Tidak cukup menangkis, kadang suka melempar tanggung jawab dengan menuding bahwa banjir yang melanda wilayahnya adalah kiriman dari daerah lain. Yang paling sering kena tuding, tentu saja Jawa Barat.
Setiap pejabat pemerintahan memang punya hak untuk membela diri dari berbagai kecaman dan kritikan berkaitan dengan bencana yang menimpa daerahnya. Tetapi, bagaimana caranya membela diri, bisa jadi ukuran seberapa besar tanggung jawabnya sebagai pejabat kepada publik yang dipimpinnya. Apalagi jika dalam pembelaannya ia melempar tanggung jawab kepada pihak lain, amat mungkin, tindakannya bakal dianggap seperti pepatah, "buruk muka, cermin dibelah".
Dalam konteks banjir Jakarta beberapa hari kemarin misalnya, bagaimana mungkin banjir itu bisa disebut kiriman dari Bopuncur jika hujan hanya turun deras di Jakarta, sedangkan di Bopuncur normal-normal saja. Tentunya ini adalah pelajaran berharga bagi para pejabat daerah lain dalam setiap menghadapi problem banjir di daerahnya. Bukan kita, tetapi apa yang disampaikan Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, pantas mendapat apresiasi tinggi. Bahwa dalam kasus banjir Jakarta, tuding-menuding itu tidak pantas dilakukan. Adalah lebih baik, sebelum menuding orang lain, coba introspeksi diri. Evaluasi dan koreksi berbagai kekurangan yang ada. Bukankah kita belum melihat ada upaya-upaya realistis dari Pemprov DKI menyangkut penanganan banjir, padahal musibah itu setiap tahun selalu menimpa mereka?
Di mana pun, yang namanya banjir terjadi karena kombinasi dari sejumlah variabel. Mulai dari tingginya intensitas curah hujan, tata ruang yang kurang memerhatikan aspek keseimbangan antara ruang lahan yang dimanfaatkan untuk bangunan dan ruang penampung air, serta buruknya sistem drainase. Curah hujan adalah variabel alam yang tak mungkin direkayasa. Yang paling mungkin dilakukan adalah bagaimana melakukan penataan ruang sesuai peruntukannya, menyiapkan sistem drainase yang baik, serta sistem peringatan dini kepada masyarakat. Banjir tidak akan reda hanya lewat sebuah tudingan dan lempar tanggung jawab.
Di hulu, air hujan yang seharusnya terserap ke tanah justru mengalir ke sungai. Tidak ada lagi pepohonan yang menyimpan air di dalam tanah. Tidak ada lagi tanah yang terbuka untuk menyimpan air. Kawasan yang semula diperuntukkan untuk kawasan hijau telah berganti fungsi karena tuntutan perkembangan ekonomi kota. Fungsi konservasi lingkungan tidak lagi diperhatikan. Di hilir, daerah aliran sungai yang masuk ke Jakarta pun dipadati oleh rumah-rumah penduduk dan bangunan lainnya. Bahkan, beberapa bagian badan sungai menyempit karena banyaknya rumah yang didirikan di atas sungai.
Banjir besar yang terjadi di Jakarta memang ditimbulkan oleh kondisi sampah yang menyumbat saluran atau sistem drainase Jakarta. Di sisi lain memang banyak faktor penyebabnya, seperti intensitas curah hujan tinggi yang berlangsung antara 29 Januari 2007-3 Februari 2007.
Kemudian terjadi genangan selain akibat intensitas curah hujan tinggi, juga air laut di Teluk Jakarta sedang mengalami pasang. Permukaan air laut pun bisa naik antara 30-40 sentimeter menyebabkan permukaan air di daratan lebih rendah.
Genangan air bah pun betah bertahan di sebagian wilayah Jakarta. Genangan air kali ini diperkirakan berbagai pihak mencapai 70 persen luasnya, sedangkan banjir pada tahun 2002 diperkirakan menggenangi 50 persen wilayah Jakarta. Volume sampah yang terbuang sembarangan di Jakarta pada tahun 2007 ini memang amat mengkhawatirkan. Sebab, volume sampah per hari di Jakarta mencapai 6.000-7.000 ton, tetapi hanya 18 persen yang terbuang di lokasi pembuangan atau pengolahan secara resmi.

Volume Banjir
Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), curah hujan yang terjadi antara 29 Januari hingga 3 Februari 2007 memiliki volume air yang jauh lebih besar, dibandingkan pada tahun 2002. Volume air hujan yang turun lima hari berturut-turut itu terhitung mampu menggenangi 706,5 kilometer persegi dengan kedalaman satu meter. Dibandingkan hujan deras yang menimbulkan banjir pada tahun 2002, volume banjir hanya mampu menggenangi 528,8 kilometer persegi dengan kedalaman satu meter pula. Tingginya debit air hujan yang ditumpahkan dari langit, bukanlah satu-satunya tersangka penyebab banjir di Jakarta. Apalagi itu merupakan fenomena alam yang memang tidak patut untuk dipersalahkan.
"Peningkatan volume air hujan menjadi bagian dari perubahan iklim global. Peningkatan pemanasan secara global tentu memperbanyak massa uap air menjadi awan. Ketika turun menjadi hujan pun, airnya dari masa-masa nanti akan makin bertambah," kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan BMG Mezak A Ratag.
Banjir akibat curah hujan terlalu berlimpah, akhirnya mendorong banyak pihak menunjuk atau menyalahkan perilaku masyarakat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tidak mampu menjaga saluran air hujan bebas dari sampah. Setidaknya, saluran-saluran atau sungai yang ada tidak dijaga sehingga tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan secara lokal maupun dari dataran tinggi Bogor dengan lancar.

Mitigasi bencana
Banjir kini sudah berlalu. Namun, seperti dikatakan Ratag, pemanasan global berdampak pada peningkatan volume air hujan, itu menyiratkan pada masa-masa mendatang banjir bisa selalu datang tanpa permisi terlebih dahulu.
Mitigasi atau pengurangan potensi bencana menjadi soal tersendiri. Analisis iklim dan cuaca penyebab banjir seperti tahun-tahun sebelumnya sudah titumpahruahkan banyak ahli. Solusi mengatasi banjir di masa-masa mendatang menjadi sesuatu hal yang teramat penting.
Seperti beberapa pakar yang tergabung dalam Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Rabu kemarin, pun berbagai saran dan pertimbangan untuk mitigasi bencana banjir di Jakarta. Lambok Hutasoit, pakar hidrogeologi yang mengajar di Institut Teknologi Bandung (ITB) mengemukakan, solusi untuk mengatasi banjir di Jakarta pada masa-masa mendatang ialah dengan menambah atau menciptakan ruang resapan air. "Sumur resapan dan situ-situ memang harus ditambah sebanyak-banyaknya. Kemudian sistem tandon air dalam tanah perlu dibuat di Jakarta untuk menabung air selama musim hujan. Pada musim kemarau nanti, airnya bisa dipanen," kata Lambok dalam situs resmi pemprof Lombok.
Pakar perubahan iklim ITB, Armi Susandi mengusulkan untuk menghentikan atau mengurangi dampak pemanasan global. "Jangan menggunakan sumber energi yang menghasilkan dampak gas rumah kaca. Pembabatan hutan harus dihentikan dan areal hutan diperluas,".
Atika Lubis, pakar hidrometeorologi ITB meyakinkan, daya serap tanah di Jakarta, memang rendah. Satu-satunya jalan untuk mengurangi limpasan air hujan dengan menahan air selama mungkin mulai dari dataran Bogor. Fadli Samsudin, pakar dinamika Atmosfer dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), memberi solusi mengatasi banjir dengan peningkatan perhatian terhadap sistem peringatan dini yang dapat dipantau melalui pencitraan satelit.
Kini, menjadi tugas seluruh warga Jakarta dan aparat pemerintah, untuk mengubah sikap rendah yang tak menghargai alam lingkungan, menjadi hormat dan menjaga lingkungan. Petugas sapu di jalanan, jangan diam-diam membuang onggokan sampah di bawah jembatan. Pemilik rumah jangan pura-pura buta, tidak melihat selokan rumah yang tersumbat. Setiap rumah sebaiknya membuat sumur resapan. Untuk solusi-solusi besar, pemerintahlah yang bertanggung jawab. Seperti menciptakan kembali situ-situ, membuat tandon air dalam tanah, menormalisasikan sungai dengan pengerukan dan pembersihan sampah, serta peningkatan teknologi pompa air yang anti-ngadat.

Kurangnya Daerah Resapan
Menteri Negara Lingkungan Hidup (Men-LH), Rachmat Witoelar, mengatakan bahwa penyebab utama banjir di Jakarta adalah berkurangnya lahan resapan air akibat didirikannya bangunan secara besar-besaran. "Terlalu banyak mal," katanya di Jakarta, Jumat. Menurut dia, banyak pengembang yang tidak secara serius memperhatikan dampak ekologis akibat pendirian bangunan secara sembarangan. Witoelar menegaskan, pembangunan itu sebagian besar dilakukan di daerah-daerah resapan air, sehingga menambah volume air yang tidak terserap. Hal itu, katanya, sangat memungkinkan untuk menjadi banjir. Selain kekurangan daerah resapan air, Rachmat juga menuding budaya hidup masyarakat yang belum manyadari arti penting hutan juga menjadi salah satu penyebab.
Penggungdulan hutan, katanya, sudah selayaknya dihentikan untuk mengurangi bencana yang hampir setiap tahun menimpa warga Ibukota itu. Kemudian, kesadaran warga dalam membuang sampah pada tempatnya sudah selayaknya ditingkatkan untuk memperkuat usaha pengendalian banjir, demikian Witoelar. Men LH mengemukakan pendapatnya itu sehubungngan peristiwa banjir melanda sejumlah wilayah di Jakarta dan sekitarnya sejak Kamis (1/1) malam, yang menenggelamkan rumah warga sehingga aktivitas dan berbagai sarana publik tak berfungsi.

Bukan dari Cianjur
Hujan deras selama tiga hari mengguyur hampir seluruh wilayah Kab. Cianjur. Para petani pun berseri-seri, sebab mereka dipastikan bisa bercocok tanam kembali. Namun, tidak demikian dengan para pengguna jalan yang melintas di kawasan Puncak-Cipanas. Ruas jalan di Kampung dan Desa Ciloto, Kec. Cipanas Kab. Cianjur, Minggu (4/2) sekira pukul 4.30 WIB terputus akibat tanah longsor.
Ambruknya tebing jalan persis di depan Rumah Makan Bumi Aki tersebut, membuat arus lalu lintas Jalan Raya Cipanas-Puncak lumpuh sekira enam km. Pasalnya badan jalan sepanjang 12 meter, tertutup longsor tanah berasal dari tebing dengan ketinggian sekira satu meter. Arus lalu lintas dari arah Bandung menuju Kab. Bogor sempat dialihkan melalui jalur Jogol dan Sukabumi.
Bencana tersebut merupakan peristiwa yang ke sekian kalinya yang terjadi di Kab. Cianjur. Sebelumnya, bencana banjir dan longsor pun terjadi di beberapa daerah. Itu sebabnya, Satkorlak Penanganan Bencana dan Pengungsi (PBP) Cianjur sempat menetapkan Kab. Cianjur sebagai "Siaga I Bencana Alam". Pernyataan itu dikemukakan Ketua Satkorlak PBP, Dadang Sufianto, beberapa pekan silam. Menurut Dadang, status tersebut diberlakukan menyusul buruknya cuaca yang mengakibatkan bencana longsor dan tanah amblas di beberapa daerah di Kabupaten Cianjur. Dari 30 Kecamatan di Kab. Cianjur, 15 di antaranya termasuk wilayah kerentanan gerakan tanah dengan potensi terjadi bencana cukup besar. Data itu, jelas Dadang, diperoleh berdasarkan keterangan tertulis dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).
Mengenai bencana longsor di Puncak, menjadi perhatian karena wilayah tersebut merupakan kawasan konservasi yang diatur dalam Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang Nasional serta Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Ranca-ngan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional. Peristiwa tersebut juga diindikasikan bahwa pengelolaan masterplan kawasan tersebut tidak dilakukan secara maksimal sehingga berdampak pada banjir di Jakarta.
Namun, hal tersebut dibantah Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kab. Cianjur Maskana Sumitra. Menurut Maskana, Pemerintah Kab. Cianjur telah melaksanakan penataan ruang di kawasan Puncak sesuai dengan masterplan yang tertuang dalam Tata Ruang Nasional dan kawasan terpadu Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Cianjur (Jabodetabekjur). Maskana menegaskan, fungsi Kab. Cianjur sebagai daerah penyangga Ibukota Jakarta sesuai dengan Undang-undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 1997 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional.
"Fungsi kawasan Puncak sebagai kawasan tertentu adalah menjadi kawasan yang memiliki nilai strategis dan kawasan unggulan di bidang pariwisata dan pertanian," ujar Maskana, Selasa (6/2). Menurut Maskana, bencana alam di kawasan Puncak dan sekitarnya, terjadi lantaran faktor alam. "Kalau masalah yang menyangkut siteplan tata ruang, kami sudah melaksanakannya sesuai aturan," katanya.
Maskana menambahkan, selain mengacu pada UU No. 24/1992 dan PP No. 47/1997, selama ini pengelolaan kawasan Puncak mengacu pada aturan dalam Keputusan Presiden Nomor 114 tahun 1997 tentang kawasan konservasi dan kawasan tertentu Bogor, Puncak, dan Cianjur (Bopunjur). "Meskipun Keppres No. 114/1997 sedang dalam revisi, selama peraturan yang menggantinya belum ada, kita tetap mengacu pada aturan tersebut," kata Maskana.
Terkait dengan tudingan pihak Jakarta soal penyebab bencana banjir, Maskana berkilah bahwa kawasan Puncak di wilayah Kabupaten Cianjur tidak termasuk ke bagian daerah aliran su-ngai (DAS) Ciliwung dan Cisadane. "Resapan air lebih mengarah ke bagian timur ke bagian DAS Ciraden dan Citarum," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, pengelolaan kawasan Puncak pun telah tertuang dalam Rancangan Umum Tata Ruang (RUTR) Kabupaten Cianjur tahun 2005-2015 yang dikeluarkan Bappeda meliputi kawasan tertentu di kecamatan-kecamatan yang berlokasi di bagian utara Kabupaten Cianjur, meliputi Kecamatan Pacet, Cipanas, Sukaresmi, Cugenang, Warungkondang, Cianjur Kota, Cikalongkulon, Sukaluyu, Mande, Ciranjang, dan Bojongpicung.
Menyangkut banyaknya bangunan di kawasan Puncak, menurut Maskana, semua telah sesuai aturan meliputi kawasan konservasi dan kawasan andalan. "Ada beberapa lokasi yang memang tidak boleh dibangun, tapi ada kawasan andalan pariwisata dan pertanian yang diperbolehkan. Yang benar-benar tidak boleh adalah kawasan industri," kata Maskana menjelaskan.
Menurut Sutiyoso (Guebrnur DKI. Jakarta), banjir yang terjadi di DKI Jakarta disebabkan oleh tiga faktor, yakni meluapnya sungai (13 sungai yang ada), tak mampunya situ (danau buatan) menampung air hujan di daerah yang berada di bawah permukaan air laut (40% wilayah DKI) serta karena pasangnya air laut.


BAB III
REHABILITASI DKI JAKARTA

”Ada tiga langkah strategis, pertama membangun Banjir Kanal Timur (BKT), kedua membangun folder untuk me-nampung air dan memompa ke sungai, dan ketiga reklamasi pantai,” kata Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso, saat memapar--kan situasi banjir dan penanganannya di hadapan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengunjungi ”crisis center” di Balai Kota DKI Jakarta, Minggu (4/2)
Di wilayah DKI, kata Sutiyoso, ada 13 sungai yang melewati wilayah DKI, dan ber-muara di pantai utara. Juga ada 200 situ yang harus ditingkatkan kapasitasnya.
Kini, salah satu cara untuk mengurangi dampak banjir de-ngan pembangunan Banjir Kanal Timur (BKT). ”Kalau BKT selesai ada lima sungai yang akan bisa kita kendalikan, dan 20% potensi banjir DKI bisa kita kendalikan,” kata Sutiyoso.
Banjir yang terjadi tiap tahun dan kini terparah di Jakarta, juga disebabkan karena tidak adanya badan yang memiliki kewenang¬an khusus menata kawa-san Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Gubernur DKI, Sutiyoso yakin, terbentuknya Me-gapolitan Jakarta, masalah banjir akan bisa teratasi.
”Banjir di DKI itu kan siklus tahunan dan berulang. Karena itu, saya usulkan konsep Megapolitan Jakarta untuk menanggulangi berbagai masalah di Jakarta, tidak hanya banjir,” katanya.

Sebuah Solusi Alternatif
Ketika bayang-bayang banjir masih menghantui banyak warga Jakarta, beberapa kearifan ilmiah dapat dipetik dari peristiwa yang amat menyesakkan dada ini. Kearifan yang dimaksud terkait dengan potensi beberapa disiplin ilmu yang relevan dengan musibah banjir, tetapi kurang diapresiasi. Ilmu-ilmu ini sesungguhnya telah dikenal tidak saja di kalangan masyarakat, tetapi juga di kalangan para pengambil keputusan, namun masih sering dilupakan dalam kehidupan sehari-hari, yang akibatnya lalu terjadi berbagai bencana, termasuk banjir.
Yang pertama tentu saja soal-soal cuaca. Dalam hal ini, media massa perlu memperbanyak dan mempersering menerbitkan laporan tentang ilmu cuaca agar masyarakat semakin terbiasa. Di dunia internet, The Franklin Institute, misalnya, punya situs yang secara komprehensif menyediakan berbagai info tentang cuaca yang bisa digunakan oleh pelajar, mahasiswa, pendidik, pemimpin, dan mitra kerja sama.
Di situs itu pula terdapat pameran tentang gejala alam El Nino, juga pemantauan Bumi (Earth Watch), weather on demand, peta cuaca, Pusat Hurricane Nasional. Selain itu, ada pula info latar belakang, antara lain tentang angin, kilat, tornado, suhu, dan pelangi. Sementara itu, untuk menghadapi cuaca buruk (severe weather), dimuat pula petunjuk keselamatan ketika menghadapi tornado, kilat, dan hurricane.
Dalam kaitan ini pula, pemahaman akan ilmu yang lebih luas dari ilmu cuaca, yakni meteorologi, juga semakin dirasakan relevan. Adanya BMG yang secara teratur memberikan prakiraan dan analisis cuaca terasa betul amat membantu, dan ke depan peranannya akan semakin besar. Oleh sebab itu, di negara dengan wilayah geografis besar dan unik, lembaga seperti BMG patut terus dikembangkan, dilengkapi sarana dan prasarananya dengan teknologi canggih, untuk mendukung aktivitasnya sehingga menghasilkan prakiraan cuaca yang lebih akurat dari waktu ke waktu.
Sekadar mengingatkan kembali, meteorologi adalah studi mengenai gerakan dan interaksi kompleks atmosfer, termasuk pengamatan gejala seperti suhu, angin, awan, dan penguapan. Atmosfer bumi—dalam sejarahnya yang panjang—telah mengalami rangkaian perubahan, misalnya saja karena sejumlah letusan gunung api besar telah menyemburkan abu dan debu ke atmosfer yang menyebabkan terjadinya pendinginan periodik iklim.
Kebutuhan untuk semakin mendalami ilmu cuaca, meteorologi, dan juga klimatologi, semakin mendesak justru ketika dewasa ini berbagai peristiwa memperlihatkan bahwa gejala pemanasan global semakin nyata. Kenyataan ini terakhir dikukuhkan dalam Sidang Panel Perubahan Iklim Antarpemerintah (IPCC) pekan lalu di Paris. Di antara fenomena alam yang diyakini akan terjadi adalah meningkatnya frekuensi gelombang panas dan hujan lebat. Tudung es kutub akan menciut; taifun dan hurricane akan menurun jumlahnya, tapi makin kuat terjangannya. Bagaimana akan menghadapi perubahan iklim seperti itu kalau untuk menghadapi yang ada sekarang ini saja sudah kedodoran?

Perencanaan kota
Ilmu perencanaan tata kota dan wilayah dikenal sebagai Planologi, dan disiplin ini sudah mulai menjadi satu pendidikan sejak hampir 50 tahun silam. Tahun 2004 diselenggarakan peringatan 45 tahun pendidikan planologi di Indonesia di ITB. Selain ITB, pendidikan planologi kini juga telah ada di sejumlah perguruan tinggi lain.
Perkembangan dan dinamisme perkotaan serta wilayah pada satu sisi tak bisa dihindari karena berbagai faktor, seperti jumlah penduduk yang terus bertambah dan ekonomi yang terus tumbuh. Namun, hukum perencanaan harus tetap ditaati, dan sebagaimana disiplin-disiplin lain, planologi jelas ilmu yang memberi pedoman tentang bagaimana ruang harus diatur, selain demi kemaslahatan manusia, juga agar harmoni dengan alam dapat terus dipertahankan.
Bagaimana sebaiknya lokasi industri harus ditetapkan, di mana sebaiknya untuk pertanian, bagaimana kebutuhan ideal warga bisa ditopang dengan baik oleh alam, mana kawasan hijau yang harus dipertahankan, itu antara lain wilayah planologi. Tetapi, masuk juga di dalamnya bagaimana perencanaan jalan, perumahan, sistem drainase, dan fasilitas umum lainnya.
Sebagai satu ilmu, planologi tak perlu diragukan. Munculnya istilah "daerah peruntukan" (bisa untuk perumahan atau daerah resapan) menjadi salah satu wujud upaya menata kota dan wilayah. Sayangnya setelah eksis hampir lima dekade, tidak sedikit pihak yang masih sering bertanya, "Di manakah planologi?" Misalnya ketika melihat kota-kota besar di Indonesia yang diandaikan bisa tumbuh baik dengan dukungan ilmu ini, dalam kenyataannya justru sering acak-acakan.
Tetapi, para planolog tak perlu kecil hati karena ilmu yang mereka pelajari tetap hal penting dan benar. Yang dibutuhkan adalah komitmen untuk menerapkannya secara konsekuen oleh otoritas pemerintahan, di daerah maupun di pusat.

Ilmu-ilmu yang menerangi
Ilmu cuaca, ilmu lingkungan, dan ilmu planologi jelas ilmu-ilmu yang apabila diikuti dengan penuh disiplin, besar artinya dalam upaya pencegahan banjir. Dengan memahami cuaca lebih baik, para birokrat bisa membantu masyarakat dalam merencanakan aktivitas mereka, juga membantu pemerintah dalam membangun infrastruktur dan persiapan menghadapi keadaan darurat bencana. Pada sisi lain, memahami ilmu lingkungan baik untuk meningkatkan kesadaran agar senantiasa hidup harmonis dengan alam, tidak merusaknya. Sementara dengan planologi bisa diperoleh perencanaan dan penataan kota serta wilayah yang tidak saja baik bagi warga, tetapi juga selaras dengan alam.
Ilmu-ilmu tersebut telah lama hidup di negeri ini dan banyak dipelajari. Ada keyakinan kalau ilmu-ilmu tersebut diterapkan dengan baik, Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia tak perlu sengsara setiap kali mengalami banjir dahsyat. Sebaliknya juga diyakini, kalau ilmu-ilmu tersebut diabaikan, tidak menerangi mereka yang duduk di pemerintahan, bencanalah yang akan menjelang.
Kini, sambil menunggu hujan reda dan mendung pergi, ulurkan tangan ke para korban banjir. Jangan khawatir, "Post Nubila Jubila", setelah mendung, ada kegembiraan.

Pendekatan ekologis
Persoalan banjir di Jakarta tidak bisa ditangani secara sepihak dan parsial, namun harus dengan pendekatan sistem ekologis (ekosistem) dan humanis. Pendekatan itu bisa teraplikasi dengan membangun kesepahaman dan kerja sama antara masyarakat dan pemerintah daerah hulu (Bogor-Puncak-Cianjur/Bopuncur) dan hilir (Jakarta).
Pendekatan ekosistem berarti melihat sebab dan akibat banjir dalam satu kesatuan ruang ekologi dengan menghilangkan sekat administrasi, politik, sosial, dan ekonomi. Ekosistem Jakarta adalah satu ruang dengan ekosistem Bopuncur, sehingga saling bergantung dan memengaruhi. Penataan ruang di hilir tidak akan bisa cukup menyelesaikan masalah jika tidak disertai dengan penatan ruang di kawasan hulu.
Persoalan kerusakan lingkungan di hulu adalah akibat dari tuntutan ekonomi yang dilegitimasi oleh keputusan politik untuk menambah pundi-pundi pendapatan asli daerah. Laju konversi lahan hijau di kawasan hulu menjadi kawasan perumahan mencapai sekitar 10 ribu hektare setiap tahun. Era otonomi mendorong semua pemerintahan di daerah untuk berlomba-lomba mengenjot pendapatan setinggi mungkin dengan mengabaikan keseimbangan ekologi. Padahal daerah hulu mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting. Wacana untuk menerapkan kebijakan insentif-disinsentif dan kompensasi dari daerah hilir ke daerah hulu menjadi sangat relevan untuk segera diterapkan.
Kebijakan insentif bertujuan untuk merangsang pihak tertentu untuk melakukan sesuatu yang diinginkan dan disinsentif adalah kebalikannya, yaitu menjauhkan perilaku yang tidak diinginkan. Insentif dapat berupa reward untuk pihak yang menjalankan kegiatan pelestarian lingkungan. Disinsentif dapat berupa denda, sanksi, maupun hukuman yang bisa menimbulkan efek jera bagi perusak lingkungan. Sedangkan kompensasi adalah besaran moneter maupun non-moneter yang diberikan pada pihak yang telah melestarikan lingkungan sehingga memberikan dampak positif bagi sebagian besar masyarakat.
Jika daerah hulu bersedia atau diharuskan untuk mengalokasikan sekian persen daerahnya sebagai wilayah ekologis, yang berarti akan mengontrol secara ketat pembangunan ekonominya sehingga berdampak pada pendapatan, daerah hilir mesti memberikan insentif dan kompensasi yang layak. Insentif dan kompensasi ini harus setara dengan pengorbanan ekonomi dan sosial yang telah dilakukan oleh daerah hulu dan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar minimum bagi masyarakatnya. Sedangkan disinsentif diterapkan bagi daerah hulu maupun hilir yang tidak mengindahkan kebijakan untuk melestarikan lingkungan.

Pendekatan humanis
Pendekatan ekosistem harus paralel dengan pendekatan humanis. Kebijakan insentif dan kompensasi adalah juga salah satu manifestasi dari pendekatan yang humanis. Bahwa masyarakat yang hidup di kawasan hulu mempunyai hak yang sama untuk hidup secara sejahtera dan berkecukupan, seperti mereka yang hidup di hilir. Insentif dan kompensasi adalah upaya untuk membuat kesejahteraan masyarakat di hulu meningkat dengan tidak melihat upaya melestarikan lingkungan sebagai sebuah paksaan.
Isu lain, masyarakat yang tinggal di bantaran sungai dianggap sebagai salah satu penyebab meluapnya air, karena terjadi penyempitan alur sungai. Mereka yang tinggal di bantaran bukanlah sebuah pilihan, namun karena kemiskinan. Relokasi mereka dari bantaran sungai harus diikuti dengan pemberikan alternatif permukiman yang permanen, murah, dan sehat. Hal ini juga terkait dengan isu ketidakadilan, di mana mereka yang kaya dapat dengan mudah menguasai tanah dan mengubah tata ruang, sedangkan yang miskin selalu disalahkan oleh pemerintah.
Pendekatan humanis juga akan mendorong partisipasi publik dalam kebijakan penanganan banjir, karena banjir tidak mengenal strata sosial, ekonomi, dan politik. Kejadian banjir kali ini menegaskan bahwa semua kalangan menjadikan banjir sebagai ancaman bersama dan melestarikan lingkungan adalah sebuah tuntutan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi.

Teknologi Biopori
Sebagai salah satu upaya mengatasi banjir yang melanda Jakarta dan sekitarnya setiap tahun, Institut Pertanian Bogor (IPB) memperkenalkan teknologi lubang serapan biopori yang relatif mudah diaplikasikan mulai dari skala rumahtangga hingga skala lebih luas. Teknologi ini bisa diaplikasikan di kawasan perumahan yang 100 persen kedap air atau sama sekali tidak ada tanah terbuka maupun di areal persawahan yang berlokasi di kawasan perbukitan, kata dosen Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB), Ir. Kamir R Brata MS di Bogor, Selasa.
Prinsip dari teknologi ini adalah menghindari air hujan mengalir ke daerah yang lebih rendah dan membiarkannya terserap ke dalam tanah melalui lubang resapan tersebut. "Selama ini yang menjadi salah satu faktor penyebab banjir adalah air hujan yang mengguyur wilayah hulu tidak bisa diserap dengan baik karena berkurangnya pepohonan dan banyaknya bangunan, sehingga wilayah hilir kebanjiran," kata dia. Dinamakan teknologi biopori atau mulsa vertikal karena teknologi ini mengandalkan jasa hewan-hewan tanah seperti cacing dan rayap untuk membentuk pori-pori alami dalam tanah, dengan bantuan sampah organik, sehingga air bisa terserap dan struktur tanah diperbaiki.
"Cara ini disamping membantu mengatasi masalah sampah perkotaan, juga diharapkan menjadi solusi atas bencana banjir yang selalu melanda Jakarta," kata Kamir. Di kawasan perumahan yang 100 persen kedap air, teknologi lubang serapan biopori ini diterapkan dengan membuat lubang di saluran air ataupun di areal yang sudah terlanjur diperkeras dengan semen dengan alat bor. Kemudian ke dalam lubang berdiameter 10 cm dengan kedalaman 80 cm atau maksimal satu meter tersebut, dimasukkan sampah organik yang bisa berupa daun atau ranting kering serta sampah rumahtangga.
Keberadaan sampah organik ini berfungsi untuk membantu menghidupkan cacing tanah dan rayap yang nantinya akan membuat biopori. Di saluran air, lubang serapan ini bisa dibuat setiap satu meter dan pada ujung saluran dibuat bendungan sehingga air tidak lagi mengalir ke hilir namun diserap sebanyak-banyaknya ke dalam lubang. "Tidak perlu khawatir sampah organik akan meluap karena air akan begitu cepat terserap ke dalam lubang. Begitu pun tidak ada bau yang ditimbulkan dari sampah karena terjadi proses pembusukan secara organik," ujarnya.
Penyerapan air ini juga tidak akan merusak pondasi bangunan karena air meresap secara merata. Teknologi ini juga bisa diterapkan di rumah-rumah yang memiliki lahan terbuka. "Saya sudah membuktikan, dengan membuat lubang-lubang semacam ini di dekat pohon, pohon menjadi semakin subur," kata dia. Sementara itu, untuk kawasan persawahan di lahan miring, sebaiknya ditanami dengan padi gogo yang tidak membutuhkan banyak air. Air justru diserapkan ke dalam tanah dengan cara diberi serasah di dasar saluran atau dengan membuat cekungan berisi serasah. Prinsip ini sama dengan lubang serapan yang diisi dengan sampah organik. "Jangan khawatir ada tikus atau ular karena cekungan ini akan selalu tergenang air," kata Kamir.
Lebih lanjut ia menegaskan, aplikasi teknologi tepat guna ini memerlukan dukungan masyarakat untuk mengubah kebiasaan mencampur sampah organik dan anorganik. Diperlukan keterlibatan masyarakat secara luas, dari wilayah hulu hingga hilir, sehingga teknologi ini bisa dirasakan manfaatnya untuk mengatasi banjir, kata Kamir.

BAB IV
PASCA BANJIR

Selama hampir sepekan, Jakarta lumpuh akibat banjir. Selain menelan korban jiwa dan menyebabkan ratusan ribu warga mengungsi, banjir di Jakarta berdampak sangat serius terhadap perekonomian. Pasokan barang dari dan ke ibu kota terganggu akibat putusnya arus lalu lintas. Tidak ada solusi komprehensif yang dilakukan pemerintah, baik Pemprov DKI maupun pemerintah pusat, kecuali menunggu air surut dan menangani korban banjir secara parsial.
Salah satu dampak banjir yang hampir bisa dipastikan adalah lonjakan harga-harga barang. Estimasi pemerintah, harga barang bisa naik hingga 20 persen pada Februari. Ini dengan asumsi bahwa pasokan bisa tetap dilakukan di tengah banjir. Jika pasokan benar-benar terputus, kenaikan harga barang bisa lebih tinggi. Sektor transportasi juga memberikan kontribusi inflasi signifikan mengingat putusnya jalur-jalur utama di Jakarta. Apalagi pasokan BBM (bahan bakar minyak) juga tersendat.
Kondisi makroekonomi Indonesia yang membaik pada paro pertama 2007 ini dihadang bencana banjir yang tidak diduga sebelumnya. Jika harga barang naik, stabilitas makro yang ditandai dengan terus turunnya suku bunga dan stabilnya nilai tukar rupiah bisa jadi berbalik arah. Meskipun banjir itu hanya terjadi di Jakarta dan sekitarnya, dengan model ekonomi yang sentralistik, dampak ekonominya bisa berskala nasional. Memang inflasi itu temporer, namun kenaikan harga barang akibat banjir bisa dimanfaatkan spekulan sehingga tingginya harga bertahan dalam waktu lebih lama.
Konsentrasi pemerintah untuk menata ekonomi 2007 dengan lebih baik sedikit banyak terganggu oleh banjir besar Jakarta itu. Pemerintah pusat dan Pemprov DKI pun akan mengalokasikan anggaran khusus untuk mengatasi dampak banjir tersebut. Belum lagi, tuntutan agar ada program yang lebih sistematis untuk mengatasi banjir di ibu kota. Inilah yang dikhawatirkan akan mengalihkan perhatian pemerintah dari upaya menangani masalah yang lebih besar seperti program pengentasan kemiskinan dan pengangguran.
Dampak banjir terhadap ekonomi bukan hanya melonjaknya angka inflasi. Dampak yang langsung terasa adalah merosotnya transaksi di dunia perbankan, pasar modal, dan sektor riil. Hingga kemarin, tak ada aktivitas warga Jakarta yang bisa dibilang sudah seratus persen normal. Warga Jakarta masih asyik memperbincangkan banjir daripada memulai rutinitas bisnis mereka.
Banjir Jakarta adalah contoh amburadulnya manajemen tata kota di Indonesia. Tidak ada kota besar di Indonesia yang bebas dari ancaman banjir. Selain Jakarta, Surabaya termasuk langganan banjir. Hidup dalam penderitaan seperti ini seperti menjadi "kegembiraan" tersendiri bagi warga maupun pemerintah.
Banjir Jakarta tidak bisa dipandang sebagai persoalan warga Jakarta an sich. Tetapi, itu sudah menjadi problem nasional yang membutuhkan pemecahan lebih komprehensif dan integral. Pemprov DKI dan pemerintah pusat perlu duduk bersama sehingga banjir seperti itu tidak terulang lagi pada masa mendatang.

Tuesday, February 27, 2007

Keadilan Islam

Oleh: M. Syamsi Ali

(Imam Masjid Indonesia di New York).

Jika ajaran Islam didalami secara teliti, didapati bahwa inti dari semua

linea ajarannya bertumpu pada satu kata "keadilan" atau "al 'adl". Kenapa

demikian? Karena keadilan adalah sentra kehidupan, di mana kehidupan akan

mengalami kehancurannya tanpa tegaknya keadilan. Dengan kata lain,

sesungguhnya tiada kehidupan tanpa keadilan itu sendiri.


Kenyataan di atas didukung oleh sebuah ayat dalam al Qur'an (S. Ar Rahman:

7 dan 9).

وَالسَّمَاء رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ

[55:7] Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan).

وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ

[55:9] Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu


Allah menggambarkan bahwa alam semesta ini ditegakkan dengan sebuah

"keseimbangan" (mizan). Tanpa keseimbangan ini, alam semesta termasuk langit

dengan segala perangkat celestial (kelompok planet) akan ambruk.

Penggambaran ini dikembalikan kepada manusia agar tidak menghilangkan

"keseimbangan" (keadilan)nya dalam hidup ini. Sebab jika itu terjadi,

ambruklah kehidupannya. Manusia yang tidak adil alias zalim dalam

kehidupannya akan mengalami kejatuhan, baik pada tataran individunya maupun

pada skala sosialnya (moralitas). Akan ambruk pada aspek kehidupan ekonomi,

politik, budaya maupun hankamnya.


Keadilan dalam Islam adalah universal dan tidak mengenal boundaries

(batas-batas), baik batas nasinalitas, kesukuan, etnik, bahasa, warna kulit,

berbagai status (sosial, ekonomi, politik), dan bahkan batas agama

sekalipun. Kedailan dalam Islam justeru ditegakkan walau itu untuk memenuhi

hak-hak makhluk Allah yang lain, termasuk hewan. Mungkin kita masih ingat,

seorang wanita dihukum karena menganiaya seekor kucing, tidak diberi makanan

dan juga tidak dibiarkan untuk mencari makannya sendiri. Keadilan ini harus

diterapkan secara "tegas" tanpa ada kecenderungan diskriminatif.

Kesimpulannya, keadilan Islam hanya mengenal dua batas, yaitu "kebenaran"

dan "kebatilan". Keadilan akan selalu memihak kepada yang benar, dan akan

selalu menentang yang salah tanpa pandang kepada batas-batas tadi.


Universalisme keadilan Islam juga terpatri dalam cakupannya, yang mencakup

seluruh sisi kehidupan. Manusia, dituntut adil tidak saja dalam berinteraksi

dengan sesama manusia, tapi yang lebih penting adalah adil dalam

berinteraksi dengan Khaliknya dan dirinya sendiri. Kegagalan berlaku adil

kepada salah satu sisi kehidupannya, hanya membuka jalan luas bagi

kesewenang-wenangan kepada aspek kehidupannya yang lain. Ketidak adilan

dalam berinteraksi dengan Sang Khalik misalnya justeru menjadi sumber segala

bencana kehidupan. Allah menjelaskan:


"Telah nampak kerusakan di bumi dan di laut sebagai akibat kejahilan

tangan-tangan manusia, yang dengannya, Allah menjadikan mereka merasakan

akibat sebagian dari apa yang mereka telah lakukan, dan semoga dengannya,

mereka kembali kepadaNya" (ar Rum)


Kerusakan-kerusakan di atas, baik di darat maupun dilaut dan bahkan di

angkasa luar saat ini, karena ulah manusia itu sendiri. Kenapa manusia

berulah demikian? Allah merincinya pada ayat selanjutnya:


"Maka berjalanlah kamu di atas bumi ini dan perhatikan bagaimana akibat

orang-orang sebelum mereka (kerusakan tadi), kebanyakannya adalah melakukan

kesyirikan" (ar Rum).


Mengabdi kepada Allah secara tidak proporsional, diluar ukuran timbangan

(mizan), juga dapat mengakibatkan kezaliman pada sisi yang lain. Mungkin

kepada keluarga, orang lain, atau mungkin kepada diri sendiri. Kecenderungan

"rahbanist" atau menihilkan kehidupan duniawi dengan alasan ibadah adalah

suatu bentuk kezaliman di sisi lain. Shalat malam secara terus menerus,

puasa sunnah tanpa berhenti, sengaja tidak mencari keutamaan Allah

(fadhlullah) dalam dunia kekinian (materi), bahkan sebagian menilai menikahi

wanita adalah bentuk "ketidak taatan", adalah bentuk-bentuk kezaliman yang

lain.


Keadilan dalam Islam juga tidak mengenal pembatas "kekeluargaan",

"pertemanan" dan bahkan "permusuhan" sekalipun. Keadilan harus ditegakkan,

walau itu menyentuh kepentingan diri, keluarga, teman kita sendiri. Bahkan

menurut al Qur'an, tegakkan keadilan itu walau demi memnerikan hak kepada

siapa yang kita anggap sebagai musuh. Dengan kata lain, "like and dislike"

tidak boleh menjadi ukuran dalam penegakan keadilan dalam Islam. Allah

menegaskan:


"Dan janganlah kiranya kebencianmu kepada suatu kaum menjadikanmu melenceng

dari keadilan. Adillah, keran keadilan itu dekat kepada ketakwaan, dan

bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha mengetahui seluruh perbuatanmu"

.


Adil dalam berinteraksi dengan Pencipta


Allah menggambarkan bahwa persaksian Dia, para mailakat serta seluruh umat

beriman akan keesaanNya, dikategoirikan sebagai penegakan keadilan. Dengan

demikian, mengimani kemaha tunggalan Allah SWT dalam segala aspeknya, baik

secara Rububiyah, Uluhiyah maupun dalam kaitan Asma dan Sifatnya

mengindikasikan komitmen yang sangat tinggi untuk menegakkan keadilan. Allah

berfirman:


شَهِدَ اللّهُ أَنَّهُ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُوْلُواْ الْعِلْمِ قَآئِمَاً بِالْقِسْطِ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

[3:18] Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu188 (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana


Allah juga menggambrakan bahwa mereka yang mengesakan Allah adalah tidak

saja melakukan atau menegakkan keadilan, tapi juga menjadi "penyeru" kepada

keadilan tersebut. Sebaliknya, mereka yang tidak beriman kepada Allah adalah

mereka yang lemah, selalu tergantung kepada orang lain, serta tidak pernah

mendatangkan kebajikan dalam kehidupan. Penggambaran ini diberikan oleh

Allah dalam firmanNya:


"Dan Allah memberikan dua contoh lelaki. Yang satu adalah buta, tidak

memiliki kekuatan sedikit pun, serta dia bergantung kepada tuannya, di mana

saja dia diperintah dia tidak pernah membawa kebajikan. Apakah orang ini

sama dengan yang siapa yang memerintahkan kepada keadilan serta berada di

jalan yang lurus?"


Adil dalam berinteraksi dengan diri sendiri


Adil pada diri sendiri menjadi begitu penting, karena tanpa keadilan ini

kehidupan akan menjadi timpang dan tidak lengkap. Kehidupan manusia

dilengkapi tiga kebutuhan dasar yang tidak terpisahkan, yaitu kebutuhan

material, spiritual, dan intelektual. Ketiga kebutuhan tersebut mutlak

terpenuhi pada kadar yang telah ditentukan. Memenuhi kebutuhan fisik dengan

menelantarkan keperluan spiritual akan melahirkan sosok yang kuat namun

liar. Bak kuda liar yang akan menerjang kiri kanan tanpa aturan. Sebaliknya,

memenuhi kebutuhan spiritual dengan menelantarkan hajat material, juga

melahirkan sosok yang "saleh" namun lemah. Kekuatan intelektual semata juga

melahirkan kelicikan yang hanya membahayakan diri dan manusia di sekitarnya.


Untuk itulah, Rasulullah dalam banyak hadits menganjurkan agar manusia adil

dalam menyikapi dirinya sendiri. Ketika seorang sahabat beribadah secara

berlebihan, beliau mengingatkan bahwa sesungguhnya mata, telinga, hidung,

perut dan bawah perut, semuanya punya hak-hak untuk dipenuhi. Ketika tiga

sahabat nabi bertekad untuk membagi tugas "rahbanis", yaitu satu tidak ingin

tidur untuk shalat sepanjang malam, satu lagi tidak ingin makan untuk puasa

sunnah secara berterusan, dan satu lagi tidak ingin nikah karena tak ingin

terganggu dalam kegiatan ibadahnya kepada Allah, Rasulullah marah dan

menasehati mereka untuk tidak bersikap demikian. Malah beliau menegaskan:

"Barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahku (bersikap adil/imbang), maka

bukanlah dari kalangan umatku".


Adil dalam berinteraksi dengan anggota keluarga


Salah satu dilemma besar yang dihadapi oleh dunia modern saat ini adalah

kezaliman terhadap kehidupan keluarga. Ironisnya, terkadang kezaliman ini

dibangun di atas persepsi "membangun: keluarga bahagian/sejahtera. Sebagai

misal, seorang ayah yang bekerja dari pagi hingga sore. Berangkat pagi di

saat anak-anak masih tidur pulas, dan pulang sore di kala anak-anak telah

bergegas utuk menuju tempat tidur. Komunikasi jarang terjadi, apalagi dalam

konteks edukasi, atau lebih specifik lagi mengajarkan anak-anaknya akhlak

yang baik. Jarangnya terjadi komunikasi antara ayah dan anak ini menjadi

masalah dalam masalah, karena di sinilah seorang anak walau seluruh

kebutuahn materinya terpenuhi, namun merasa ditinggalkan. Lebih celaka lagi,

jika kedua suami-isteri memiliki kesibukan yang sama.


Sepintas kerja keras eorang ayah di atas adalah untuk kebaikan keluarga itu

sendiri, namun tanpa disadari sesungguhnya telah terjadi ketidak adilan

dalam berinteraksi dengan anggota keluarga. Hal ini juga bisa menyentuh

hubungan suami-isteri, yang terkadang masing-masing punya "schedule" dalam

kesehariannya. Sehingga tanpa disadari, kemakmuran materi yang dihasilkan

diselimuti oleh kegersangan "relasi" di antara anggota keluarga itu sendiri.


Untuk itulah, Rasulullah secara khusus menegaskan: "Sungguh bagi keluargamu

memiliki hak atas dirimu".


Dalam hal pendidikan, terkadang semangat untuk melihat anak-anak kita

sukses dalam dunianya, menjadikan sebagian orang tua lupa akan usaha-usaha

kesuksesannya di dunia mendatang (akhirat). Menyikapi pendidikan anak yang

seperti ini juga merupakan bentuk "kezaiman" yang tidak disadari.


Adil terhadap sesama Muslim


Dalam al Qur'an disebutkan bahwa jika ada dua kelompok Muslim bertkai, maka

diupayakan perbaikan/rekonsiliasi di antara keduanya. Jika dalam prosesnya,

salah satu dari keduanya berbuat zalim (baghy), maka kelompok tersebut harus

diperangi dengan tujuan agar kembali ke jalan Allah (kebenaran). Jika telah

sadar, dan ingin berbuat secara adil, maka sekali lagi didamaikan di antara

keduanya dengan "ukuran keadilan" yang sangat dan esktra hati-hati (Al

Hujuraat: 9).


وَإِن طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِن بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِن فَاءتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

[49:9] Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil


Al Qur'an menyinggu sejak awal existensi masyarakat sekalipun bahwa suatu

hari pada suatu tempat akan terjadi "benturan-benturan" di antara kaum

Muslimin (iqtataluu). Kata iqtataluu menggambarkan bahwa benturan ini memang

wujudnya "ramai", berkali-kali, sering kejadiannya. Untuk itu, diperlukan

pihak ketiga dari kalangan umat ini sendiri (bukan orang luar) untuk

mengupayakan rekonsiliasi di antara kedua kelompok yang bertikai. Kenapa

penegasannya bahwa rekonsiliator harus dari kalangan umat ini sendiri?

Karena mustahil kita mengharapkan keadilan dari siapa yang tidak mengenal

apa dan bagaimana keinginan orang-orang Islam itu dari orang luar. Selain

itu, mereka dalam melakukan upaya-upaya rekonsiliasi mendahulukan

kepentingannya sendiri.


Adil terhadap sesama manusia


Sebagaimana disebutkan terdahulu, keadilan Islam tidak mengenal pembatas,

kecuali pembatas kebenaran dan kebathilan. Ukuran keadilan ditegakkan di

atas asas kebenaran. Kalau ternyata dalam sebuah kasus, kebenaran adalah

milik seorang non Muslim, maka Islam wajib memberikan kepadanya hak

tersebut. Kisah Khalifah Ali, yang pernah menemukan baju besinya di rumah

seorang yahudi. Maka Ali pun mengadukan yahidu itu kepada pengadilan.

Sayangnya, Ali sendiri tidak bisa membuktikan bahwa baju besi itu adalah

miliknya. Maka hakim memutuskan bahwa yang salah adalah Bapak Presiden

(khalifah Islam), dan yang berhak atas baju itu adalah sang yahudi.


Berbagai perjanjian yang dibuat rasulullah SAW dengan non Muslim di Madinah

menunjukkan bahwa Islam begitu luas meperlakukan non Muslim secara adil.

Salah satunya sebagai misal, adalah delegasi Kristen Nejran yang dating dari

kampung Nejran untjk melaukan dialog dengan Rasulullah dalam berbagai

masalah teologi, termasuk tentang Allah dan Isa AS. Di ujung dialog yang

menjadikan mereka tetap dalam kekufurannya, Rasulullah justeru membuat

perjanjian yang dikenal "'Ahd Nagran". Perjanjian tersebut, salah satunya,

menegaskan jaminan keadilan kepada mereka, jika mereka menuntut keadilan itu

kepada orang-orang Muslim.


Kedailan dirasakan oleh seluruh non Muslim di seantero dunia di bawah

kekuasaan Muslim. Di Spanyol kaum yahudi dan Kristen hidup secara tenteram

bersama kaum Muslimin, menikmati segala fasilitas yang ada secara

bersama-sama tanpa ada diskriminasi sekalipun. Ketika umat Islam terusir

dari kawasan tersebut oleh penguasa Kristen, kaum yahudi lebih memilih

melarikan diri ke negara-negara Islam di Afrika Utara dan Tukia, karena

merasa mendapat perlundungan dari penguasa Muslim.


Demikian pula kaum nasrasi di bawah pemerintahan Islam di Baghdad ketika

itu, hidup secara damai, tenteram dan sejahtera bersama-sama dengan penduduk

Islam. Bahkan ketika dominasi Kristen barat memasuki wilayah itu, banyak di

antara mereka yang justeru lebih nyaman berada di bawah pemerintahan Islam

ketimbang Kristen barat yang memiliki sistim keagamaan tersendiri.


Adil dalam berinteraksi dengan makhluk Allah yang lain


Prilaku zalim yang dilakukan manusia seringkali juga dialami oleh

makhluk-makhluk Allah yang lain, termasuk hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun

lingkungan hidup. Kebuasan dan kerakusan dalam mengumpulkan keuntungan

materi, dan atas nama kemakmuran dan kesejahteraan, justeru menimbulkan

berbagai "ketidak adilan" dalam kehidupan. Banyak jenis hewan yang mengalami

keterputusan jenis, hutan dan pohonan secara liar ditebang, polusi udara

semakin menjadi-jadi, yang pada akhirnya manusia jugalah yang menanggung

akibatnya.


Untuk itulah, dalam Islam diajarkan berabagai metode untuk menjaga

keseimbangan/keadilan di alam semesta tersebut. Pada saat berihram misalnya

diajarkan agar jangan membunuh binatang atau mencabut tumbuh-tumbuhan,

sesungguhnya pelajaran untuk menjaga semua ini dalam kehidupan keseharian.

Kisah seekor anjing yang diselamatkan oleh seseorang yang haus, kisah sarang

semut yang dibakar oleh para sahabat, menunjukkan bahwa jauh sebelum

organisasi hak-hak hewan tumbuh menjamur di barat saat ini, Islam telah

memperlihatkan compassion dan cintanya yang tinggi kepada makhluk Allah yang

lain. Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah: "Akankah kita mendapat

pahala karena menyelamatkan semut-semut itu? Beliau menjawab: "Pada semua

makhluk hidup ada pahala yang dapat diraih".


Demikian uraian ringan tentang keadilan Islam, tidak saja menjadi keharusan

bagi umatnya untuk ditegakkan tapi telah menjadi "fitrah Islam" itu sendiri.

Artinya, berislam dan mengaku Muslim dan pada saat yang sama melakukan

kezaliman-kezaliman, adalah sama kalau berisalam secara tidak alami. Mungkin

Islam itu adalah islam "kekuasaan" dan prestise semata, serta dengan

tujuan-tujuan duniawi lainnya. Maka tidak mengherankan, banyak penguasa

mengaku beragama Islam bahkan menjalankan syariat Islam, tapi dalam

menjalankan kekuasaannya jauh dari nilai-nilai keadilan.



csm_privatlibrary.blogspot.com