Sunday, March 16, 2008

MEMBANGUN MILITANSI KADER

MEMBANGUN MILITANSI KADER
DITENGAH ARUS KRISIS BERORGANISASI
Oleh: Cecep Suyudi M (Ketua Umum PC IMM Ciputat 2007-2008)

Berawal dari sebuah kecenderungan (mahasiswa sekarang), bahwa organisasi identik penuh dengan orang pemalas, jarang masuk kuliah, tukang demo, pembangkang, IP kecil, kuliah berantakan serta hal lain yang memang dianggap negative. Organisasi adalah sosok hantu yang menyebalkan, beban yang mengganggu, sosok yang berabu politis, penghalang kesuksesan serta anggapan-anggapan negative lain yang pasti menyesakkan dad bagi sang organisator (aktivis). Ada semacam sindrom organisasifobia yang menjangkit serta telah menjadi virus yang menular dilingkungan mahasiswa pada saat sekarang ini.
Melihat stereotif diatas, jangan terburu nafsu untuk kita bantah. Mungkin ada benarnya juga karena tidak semua orang yang aktif diorganisasi taat pada jalur yang dimiliki salah satu ortom Muhammadiyah dilingkungan mahasiswa (IMM), yaitu tertib ibadah, tertib study dan tertib organisasi. Mungkin menurut pandangan mereka -orang yang memandang sisnis terhadap organisasi- melihat kebanyakan dari aktivis hanya berada pada jalur tertib organisasi sehingga mengesampingkan yang lainnya. Yang kemudian, karena hal itulah, banyak bermunculan pandangan negative terhadap perilaku berorganisasi yang menjangkit mahasiswa sekarang, yang kehidupannya banyak orang menganggap jauh lebih hedonis disbanding masa lalu. Hal ini sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin menunjukan terpengaruhnya budaya timur oleh budaya barat, atau lebih kita kenal dengan westernisasi.
Jika kita telusuri lebih lanjut dalam hal berorganisasi di kampus UIN Syahid ini, seberapa banyak dari mereka yang benar-benar militant sebagai organisatoris. Tentu jawabnya sangat memprihatinkan. Apalagi jika persempit lagi, berapa banyak dari mereka yang IMM. Jawabnya tentu semakin mengenaskan. Kemudian jika kita tanyakan, berapa jumlah mereka yang benar-benar aktif di IMM. Maka jawabnya semakin menkutkan. Dan jika kita telusuri lebih lanjut, berapa diantara yang militant yang tulus ikhlas mengabdi pada IMM. Jawabnya tentu semakin menyedihkan.
Mungkin hal inilah yang saya amati selama saya mulai terikat sebagai warga ikatan setelah mengikuti masta special yang hanya di ikuti oleh empat orang peserta masta pada waktu itu. Akan tetapi walaupun jumlah kita sedikit atau mungkin sangat sedikit jika kita bandingkan dengan organisasi lain yang ada di UIN, misalnya HMI, PMII, KAMMI. Tapi tak usah khawatir, karena kita sering terbuai dengan apologi “walaupun sedikit, yang penting berkualitas” atau dalam istilah ‘Masto’ elite minority. Namun pertanyaannya kemudian, benarkah IMM telah menggondol elite minority? Pertanyaan inilah yang harus kita jawab sebagai bukti terhadap apologi diatas.

Terapi Intelektualitas
“Seorang aktivis yang tidak punya basis intelektual akan layu sebelum berkembang.” Hal inilah yang selalu melandasi IMM dalam gerakannya yang terus berusaha untuk tidak meninggalkan three kompetensi IMM; tertib ibadah, tertib study serta tertib organisasi. IMM sebagai basis mahasiswa dilingkungan warga Muhammadiyah yang selalu mengedepankan selogan IMM; unggul dalam intelektualitas, anggun dalam moralitas serta progressive dalam gerakan, harus selalu istiqamah pada khittah awal mahasiswa adalah sebagai bagian dari golongan intelektual dalam pergerakan social keagamaan serta budaya. Kader ikatan paling tidak harus memiliki dua kemampuan dasar, yaitu kemampuan menulis serta research. Hal ini berarti kader ikatan harus mampu memproduksi atau menghasilkan karya baik artikel, buku maupun hasil penelitian ilmiah. Lalu kemudian, tradisi menulis ilmiah yang selama ini sempat mandeg harus tetap dikembangkan dan harus terus diperjuangkan untuk menjaga konsistensi intelektualitas yang menjadi cirri khas Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.

Terapi Organisatoris
Ketika seorang kader menjadi pionir dalam sebuah organisasi maka peranannya akan sangat dibutuhkan demi kemajuan organisasi tersebut. Sumbangsih pemikirannya menjadi pilar yang mamperkokoh ketangguhan dari organisasinya. Namun seringkali kita menemukan fenomena dalam berorganisasi yang justru mereka yang menjadi pionir-pionir terdepan organisasi itu hengkang dan lari tanggung jawab yang seharusnya dia embank sebagai amanah dan perjuangan tanpa sempat mewariskan nilai-nilai positif pada generasi-generasi selanjutnya. Ia tidak sadar bahwa sebelumnya ia belajar, berlatih dan mengasah kemampuannya dalam organisasi tersebut. Seperti anak ayam melupakan induknya. Tidaklah mudah menjadi calon kader yang mempunyai kemampuan untuk menjadi seorang pionir organisasi. Hal itu terbukti ketika para remaja, pemuda sebagai penerus bangsa hanya mengutamakan style daripada otak, dan mereka lebih menyukai hal-hal yang bersifat hura-hura. Permasalah-permasalahan inilah yang harus segera dijawab oleh sebuah organisasi terutama oleh IMM yang merupakan kepanjangan tangan dari Muhammadiyah yang bergerak dalam ruanga lingkup mahasiswa yang seharusnya selalu mengedepankan intelektual sebagai basis pergerakan. Tidakalah mudah bagi sebuah organisasi untuk tetap bergerak aktif tanpa didukung oleh kader unggulan yang dimilikinya. Kelangsungan dan kelanggengan organisasi tidak dapat dilepaskan dari adanya kader yang loyal terhadap organisasi dimana ia bernaung. Kader-kader inilah yang nantinya diharapkan dapat melanjutkan laju organisasi dengan lebih baik dibanding sebelumnya. Namun pada kenyataannya kader-kader yang mampu untuk mengemban tugas organisatoris dengan baik tidak dapat tercipta begitu saja. Diperlukan sebuah proses yang berkesinambungan untuk mencapai kearah sana. Namun yang jadi permasalahan adalah bagaimana membentuk kader-kader yang loyal sehingga mampu bertindak secara militan bagi organisasinya.
Tentunya untuk melaju kearah sana diperlukan usaha yang tidak mudah serta optimal. Sebagai sebuah organisasi yang sedang menggeliat untuk mengembalikan kembali semangat dalam bergerak maka kita sebagai seorang kader ikatan harus lebih membangun kembali kesadaran dan pemahaman terhadap visi dan misi ikatan dalam rangka mencapai tujuannya yaitu “menguasahakan terbentuknya akademisi islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah.”

Memajukan Gerakan
Militansi seorang kader berorganisasi dapat juga diukur dari seberapa jauh dari yang bersangkutan menunjukan kesungguhan, sikap, dan kiprahnya secara optimal dalam memajukan gerakan kearah yang lebih baik. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah sebagai salah satu ortom Muhammadiyah yang dikenal mempunyai visi dan misi dalam memajukan tradisi ilmiah telah menunjukan sukses yang luar biasa dengan melahirkan banyak tokoh-tokoh nasional. Kesuksesan tersebut merupakan akumulasi dan sinergi dari seluruh kiprah kader ikatan disemua lini dalam mempersembahkan yang terbaik bagi ikatan dan persyarikatan.
Karenanya jika ada yang merasa memiliki militansi yang tinggi dalam berorganisasi di IMM, maka bagaimana yang bersangkutan benar-benar berkiprah dalam memajukan kualitas dan kuantitas kader. Tidak hanya menilai dan menuntuk orang lain, tapi juga harus dibuktikan dengan tindakan yang membangun. Jangan sampai terjadi, ‘menuntut IMM maju’ tetapi kiprahnya masih terbagi-bagi pada hal lain yang tidak mendukung keberlangsungan eksistensi organisasi. Juga menjadi ironi, mengaku militant tetapi jumud dan tidak mau menunjukan sikap positif dalam melakukan pembaharuan gerakan yang berguna untuk keberlangsungan ikatan juga persyarikatan. Mari kita kerahkan seluruh militansi kita sebagai kader dan pimpinan dalam membesarkan, memajukan dan membawa gerakan ini kemasa depan yang lebih cerah serta memberi nilai dan fungsi yang rahmatan lil alamin bagi kehidupan. Sebuah militansi yang positif, aktif, konkret, cerdas dan artikulatif dalam memajukan gerakan ikatan serta persyarikatan.
Memperjuangkan ikatan bukan ketika senang dan ada kepentingan tetapi justru diuji ketika manakala sulit dan memerlukan banyak pengorbanan. Militansi kader juga harus ditunjukan oleh sikap setia pada ikatan, artinya tidak menjadikan organisasi sebagai batu loncatan kepentingan sendiri mauipun kelompok. Jika ada kepentingan politik maka aktif dan bergairah dalam berorganisasi. Tetapi manakala kepentingan politiknya tidak terpenuhi, amak ber-IMM kendor, bahkan lari dari IMM. “Kau bagai orang pengecut”.
Disinilah pentingnya tidak menjadikan organisasi (IMM) sebagai batu loncatan apa pun karena akan kecewa karena memang IMM bukan untuk berpolitik. Kalau memang memperoleh hal yang positif dari IMM maka seperti itu merupakan implikasi posiotif dari berbuat baik serta berkiprah dalam perjuangan, bukan menjadi tujuan.
__“man jahada fina lanahdiyannahum subulana”__

No comments: